TRIBUNNEWS.COM - Dominasi Ducati di ajang balap MotoGP membuat tim-tim rival, seperti KTM dan Aprilia menjadikan pabrikan Italia tersebut sebagai target utama.
Pabrikan Austria, KTM dan Aprilia dari Noale, Italia, menggeber target pegawai maupun teknisi mereka untuk bisa build-up motor dan mampu bersaing dengan Ducati di lintasan.
Akan tetapi ada cerita 'nyesek' di balik usaha karyawan Aprilia maupun KTM, yang dikejar target untuk bisa membuat motor selevel dengan Desmosedici Ducati.
Terungkap bahwa karyawan atau kru KTM dan Aprilia bekerja sangat keras, demi mengejar Ducati di MotoGP.
Hal tersebut terbongkar dalam podcast YouTube Duralavita milik Jorge Lorenzo, yang menghadirkan beberapa pengamat MotoGP.
Ruben Xaus, mantan pembalap MotoGP yang pernah menjadi bos tim Avintia Esponsorama, mengungkap bahwa para kru KTM bekerja hampir tanpa libur.
Banyak kru yang sampai memilih pergi bergabung dengan tim lain, lantaran tekanan besar yang dibawa oleh manajemen tinggi pabrikan Austria tersebut.
"Semua atau hampir semua yang tersisa, para pemimpin dan hampir semua pergi ke Honda," kata Xaus dalam podcast tersebut, dilansir laman Todocircuito.
Tekanan dan target untuk mengejar development motor Ducati, membuat sejumlah karyawan KTM, memutuskan untuk resign.
Sebagai gantinya, mereka memilih untuk menyeberang ke pabrikan Honda. Di mana secara tuntutan, pabrikan berlogo sayap tunggal mengepak tersebut tidak se-ekstrem KTM maupun Aprilia.
Baca juga: Bursa Transfer Pembalap MotoGP: Alex Rins Tetap di Yamaha, Pramac Kontrak Miguel Oliveira 2 Tahun
Mantan pembalap WorldSBK tersebut juga mejelaskan, bahwa masalah performa KTM akhir-akhir ini juga karena ada beberapa sosok yang pergi.
'Bedol desa' kru KTM membuat peforma pabrikan asal Austria ini mengalami kegoncangan dalam beberapa seri terakhir.
"KTM belajar dari Italia dan ketika mereka melakukannya, mereka ingin membuatnya dengan mentalitas Austria. Kemunduran dalam beberapa balapan itu karena pergerakan dari internalnya," jelasnya.
Salah satunya adalah Fabio Sterlacchini, insinyur penting yang didapat KTM dari Ducati, dan kini memilih mundur dari pekerjaannya.
"Setiap hari di GP mereka tiba pada pukul 07.00 dan pulang pukul 20.00. Ada 22 balapan dan ditambah tes, dan sisasnya adalah pekerjaan. Orang-orang ini capek," tegasnya.
"Ada banyak faktor, tapi ini salah satunya. Pedro Acosta datang dari Moto2 seperti roket, ia masih belum berhenti ketika menemukan batasnya. Namun dengan jatuh di Le Mans dan raihan nol di Jerman, itu berdampak buruk padanya," ungkap Xaus.
Hal senada juga diungkapkan oleh mantan Crew Chief Yamaha yang berhasil mengantarkan Jorge Lorenzo meraih juara dunia, Ramon Forcada.
"Aprilia dan KTM memiliki beban kerja brutal, itu tidak manusiawi, hanya dengan waktu kerjanya," ungkap pria yang pernah menukangi garasi Maverick Vinales dan Franco Morbidelli tersebut.
"Ketika GP berakhir maka mereka akan menghadapi meeting dan laporan untuk seluruh akhir pekan yang telah mereka lakukan," lanjut Forcada.
Menurut Forcada, hal itu membuat para kru tidak nyaman dan bahagia dan malah membuat pekerjaan mereka tidak maksimal.
"Jika kau memiliki keluarga, kau tidak bisa hidup dengan situasi seperti itu," pungkas Ramon Forcada.
(Tribunnews.com/Giri)