TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Komisi Disiplin PSSI bakal difungsikan kembali untuk menangani pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan peserta Kongres Luar Biasa (KLB), yang akan digelar di Solo pada 9 Juli 2011. Kembalinya Komdis atas dasar rekomendasi Komisi X DPR RI saat dengar pendapat dengan Komite Normalisasi (KN).
“Komdis akan difungsikan kembali. Mereka yang memberi penilaian apakah peserta kongres yang mengeluarkan kata-kata kasar, tidak sopan, termasuk melanggar kedisiplinan berorganisasi. Perlu tidak mereka dijatuhi hukuman,” jelas F.X. Hadi Rudyatmo, anggota KN.
Menurutnya, ini bisa mengarahkan peserta KLB agar tetap menjaga etika dalam berorganisasi, terutama saat menyampaikan pendapat. Selain itu, mereka yang hadir pada KLB di Solo diharapkan benar-benar mewakili anggota PSSI.
“Pada kongres lalu, banyak yang hadir tidak mewakili anggota PSSI. Kami tak perlu menyaring siapa yang hadir pada KLB, apakah mereka benar-benar mewakili klub atau pengprov. Bila ada yang tidak berani pulang usai kongres, tentu semua tahu dia bukan wakil yang sesungguhnya,” kata Rudi.
Bagi calon Ketua Umum PSSI, KN menyediakan fasilitas keamanan dan kenyamanan. Dengan demikian, para kandidat bisa merasakan kongres benar-benar berjalan lancar, tanpa gangguan sama sekali.
“Kami juga akan membenahi administrasi kongres, terutama untuk tanda pengenal atau ID card. Nanti akan dibedakan tanda pengenal untuk peserta, peninjau, dan kandidat ketua umum,” kata Wakil Wali Kota Solo itu.
Ada usulan agar panpel melakukan verifikasi ketat saat daftar ulang. Hal itu perlu dilakukan sebagai antisipasi masuknya peserta palsu.
Usulan itu disuarakan oleh wakil Deltras, Samiadji Makin Rahmat. Meski pada kongres sebelumnya hal itu tidak terjadi, asisten manajer Deltras itu menganggap panpel perlu mewaspadainya.
“Kita harus belajar dari banyak kasus. Banyak terjadi di forum seperti ini pemilik suara gadungan menyusup, misalnya kisruh yang terjadi di beberapa forum yang sama di cabang lain. Jika hal itu terjadi, bisa jadi KLB di Solo akan kacau lagi,” tutur Rahmat.
Pada pelaksanaan kongres di Hotel Sultan, panpel sebetulnya telah menyaring peserta dengan ketat. Setiap peserta yang akan masuk ruangan wajib diperiksa tanda pengenal dengan alat khusus yang bisa mengidentifikasi keabsahan. Hanya, tetap saja kongres di Hotel Sultan pada 20 Mei itu berakhir deadlock karena sebagian peserta ngotot memaksakan keinginannya.