Laporan Wartawan Harian Super Ball, Jun Mahares
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Manajemen PSIS Semarang masih memperjuangkan nasib klubnya untuk terhindar dari sanksi diskualifikasi yang dilayangkan Komisi Disiplin PSSI. Tim berjulukan Mahesa Jenar itu berharap diberikan opsi banding agar ridak terlempar dari Divisi Utama.
Kedua tim dinyatakan bersalah akibat melakukan praktik "sepak bola gajah" di fase delapan besar Divisi Utama yang dihelat di Stadion Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta, Minggu (26/10/2014).
Total lima gol yang tercipta dengan skor 3-2 untuk kemenangan PSIS terjadi akibat gol bunuh diri sengaja dari masing-masing pemain. (Baca: Rebutan Mencetak Gol Bunuh Diri PSS Sleman Vs PSIS Semarang Karena Pemain Emosi)
Kami berharap kerendahan hati PSSI untuk kami melakukan proses banding. Karena dampak psikologi terhadap tim sangat besar, jika klub yang akhirnya terkena sanksi," kata Wakil Direktur Media dan Komunikasi PSIS, Laser Narindro.
Masyarakat Semarang, lanjut Laser, sangat menantikan tim mereka bermain di kompetisi tertinggi Tanah Air, Liga Super Indonesia (LSI) 2015. Begitu juga dengan masyarakat Sleman.
Laser juga menilai, hukuman yang diberikan harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut dia, diskualifikasi adalah hukuman yang sangat berat untuk sebuah klub setelah menjalani satu musim kompetisi.
Melihat kasus yang sama, sepak bola gajah pada Piala Tiger 1998, yang dihukum adalah personal. Saat itu, para pelaku yang dihukum seperti, Mursyid Effendi (pemain), Rusdy Bahalwan (pelatih), dan Andri Amin (manajer), bukan Tim Nasional Indonesia.
"Kami meminta Komdis untuk mengkaji kembali keputusannya. Apakah mendiskualifikasi PSS dan PSIS sudah tepat? Semestinya yang dihukum personal saja, bukan tim secara keseluruhan," ujar Laser.