TRIBUNNEWS.COM - Persib Bandung telah menjadi kebanggaan bukan saja bagi warga Bandung, melainkan juga masyarakat Jawa Barat. Dengan perjalanan sejarah cukup panjang di arena sepak bola Indonesia, yaitu sejak berdiri pada 1933, pendukung Persib yang disebut bobotoh begitu mencintai tim berjuluk ”Maung Bandung” ini.
Asep Saputra buru-buru pulang dari Jakarta ke Kuningan, Jawa Barat, begitu mendengar neneknya terkena serangan jantung. Ia hilang konsentrasi padahal sedang menyaksikan siaran langsung klub kesayangannya, Persib Bandung, melawan Persitara Jakarta Utara. Sesampai di Kuningan, neneknya sudah siuman dan senang Asep menjenguk dirinya.
”Eh, Asep, Persib tadi kalah lagi, ya. Itu karena Hilton Moreira tidak dimainkan,” ujar Asep menirukan neneknya yang sudah berusia 62 tahun.
Kenangan Asep empat tahun lalu itu fenomenal. Ia tidak menanyakan kabar cucunya yang lama tak berkunjung, tetapi justru membahas Persib.
”Itu kejadian nyata yang menunjukkan bahwa Persib itu mengakar di Jawa Barat. Nenek saya memang senang sepak bola dan sering menonton pertandingan Persib,” ujar Asep.
Dalam keluarga Asep tidak semua senang sepak bola. Namun, saat Persib bertanding, mereka biasa nonton bareng. Pertandingan Persib itu menjadi jembatan keluarga berkumpul dalam wadah identitas warga Jabar. Dari kebiasaan nonton bareng inilah, fanatisme pada Persib diturunkan.
Persib sebagai identitas sering dimunculkan oleh para seniman di televisi. Masih ingat ketika Harry Roesli, Kang Ibing, atau personel Project P secara spontan mengucapkan ”Hidup Persib” saat pentas?
Kecintaan terhadap Maung Bandung juga dituangkan dalam karya-karya seni mereka. Kang Ibing menggubah lagu ”Jung Maju Maung Bandung”, Pas Band menciptakan lagu ”Aing Pendukung Persib”, Kuburan mengorbitkan lagu ”We Will Stay Behind You”, dan Doel Sumbang menciptakan lagu berjudul ”Persib” yang iramanya enak untuk bergoyang.
Persib menyusup ke relung terdalam masyarakat Jabar sejak berdiri pada 1933, sebelum Indonesia merdeka. Persib sebagai identitas semakin kuat saat perserikatan karena mereka menjadi wakil daerah untuk bersaing dengan daerah lain.
Saat identitas mengakar, Persib tetap menjadi ikon meskipun seret prestasi, termasuk ketika 19 tahun tanpa gelar juara. Terakhir kali trofi juara diraih Persib, yaitu pada Liga Indonesia 1994-1995, saat kompetisi semipro (Galatama) dileburkan dengan kompetisi perserikatan yang berstatus amatir untuk pertama kalinya.
Kecintaan warga Jabar, seperti ketika urang Bandung memacetkan jalanan di Kota Bandung saat Persib juara 1994-1995, terasa lagi pada tahun ini. Meski gelar juara belum diraih dan final melawan Persipura Jayapura digelar di Palembang, ribuan bobotoh tetap memilih menyeberang pulau.
Islah Syarifah (24), mahasiswi jurusan Bahasa Inggris Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pasundan, Cimahi, misalnya, memilih berangkat bersama rombongan bobotoh menggunakan bus. Ketika memutuskan ke Palembang, Islah dicemooh kakak-kakaknya. ”Mereka bilang ngapain tidak dibayar mau repot-repot nonton ke Palembang, bukannya bisa nonton di rumah. Tetapi, saya tetap berangkat karena memang saya cinta Persib,” ujarnya.
Ekspresi kecintaan pada Persib diwujudkan bobotoh dengan berbagai cara, seperti menggadaikan laptop ataupun menjual telepon seluler demi bisa berangkat ke Palembang. ”Dari Majalengka ada bobotoh yang menggadaikan laptopnya Rp 500.000,” ujar Koordinator Viking Alengka (Majalengka) Nunuk Ibnu.
Bob Lesmana, Koordinator Viking Pusat, mengungkapkan, bobotoh dengan cepat mendaftar untuk memberikan dukungan langsung di Palembang. ”Begitu dipastikan Persib melaju ke final, Selasa (4/11) lalu, Viking langsung membuka pendaftaran bagi bobotoh yang akan ke Palembang. Sampai Kamis (6/11) siang sudah tercatat sekitar 10.000 bobotoh yang mendaftar,” katanya.
Meski kecewa karena final batal digelar di Jakarta, bobotoh yang tinggal di Jakarta, Jeroen Hehuwat, mendoakan Persib juara. ”Sembilan belas tahun cukup lama menanti, akhirnya bisa ke final lagi. Mudah-mudahan diberi keberuntungan kali ini agar Bandung berjaya lagi di kompetisi Indonesia dan di Liga Champions Asia,” kata Jeroen.
Dukungan untuk Persib juga dikemukakan Robby Darwis dan Sutiono, dua dari banyaknya bintang yang lahir di Persib. Robby dan Sutiono jadi bagian dari Persib ketika menjuarai Liga Indonesia 1994-1995. Mereka berharap prestasi 19 tahun lalu terulang pada tahun ini. (ANG/SEM/CHE)