TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI - Putri Jakarta Matador FC harus merelakan gelar juara Kartini Cup 2015 ke Persema Malang.
Dalam partai final yang berlangsung di Lapangan Rondo Kuning, Gurah, Kab. Kediri, Persema menang 1-0.
Kendati baru berusia tiga bulan,Putri Jakarta Matador FC terlihat tidak canggung saat berhadapan dengan nama besar Persema. Meski di penyisihan Grup A sempat di bungkam 0-4, pemain tetap percaya diri saat coba memberi perlawanan terbaik.
“Kami tidak terbebani apa-apa, saya nyaman saat teman-teman bisa menjadi diri sendiri, Persema tim yang sudah matang di sepak bola putri, tapi bukan berarti kami harus ikut cara main mereka,” ujar Winda Artha, kapten tim Putri Jakarta Matador FC.
Sementara Persema, merasa ada yang lebih penting sekadar final Kartini Cup 2015. Kapten dan pencetak gol semata wayang, ingin agar seluruh masyarakat,pemerintah, dan otoritas tertinggi sepak bola di tanah air, membuka mata bahwa wanita mau dan bisa bermain sepak bola.
“Harapan saya, suatu saat nanti akan ada liga sepak bola wanita. Kami berharap akan ada wadah yang layak bagi kami uintuk bermain sepak bola, lewat kompetisi dan liga,” jelas Diah Hapsari, kapten dan pecetak gol semata wayang Persema di akhir babak pertama.
Kemenangan Persema Malang atas Putri Jakarta Matador FC tersebut memperpanjang keunggulan atas Putri Jakarta Matador FC, yang pada penyisihan grup berhasil ditaklukan lewat skor telak 4-0.
“Soal hasil akhir,ini lah sepak bola. Tapi ada satu catatan penting, permainan anal-anak mengalami peningkatan dalam hitungan hari,” ungkap Suprianto, Direktur Teknis Jakarta Matador FC, usai partai final.
Sejak pertama project Putri Jakarta Matador FC dibentuk, jajaran manajemen memang membiarkan pemain dan tim berkembang secara natural. Tidak ada menu ekstra jelang tampil di Kartini Cup, hal ini sengaja dilakukan guna melihat potensi dasar dari pemain binaan yang ada.
“Beruntung, kami mendapat lawan-lawan yang bagus,di ajang ini, sehingga pemain bisa mengambil pelajaran di setiap perjalanan. Upaya pembangunan tim bisa berjalan maksimal, jika kita mengengal kemampuan dasar pemain dan tim, apalagi jika pemain dan timnya baru,” papar Supri.
Supri, sosok yang setia mendampingi Jakarta Matador FC sejak 2011 tampil dikompetisi putra Divisi Satu Liga Indonesia, ada sesuatu dalam diri setiap pemain yang membuat dia yakin tim ini memiliki modal cukup penting.
Sedangkan kedua kapten tim terbaik di Kartini Cup ini, bersepakat menuntut kepada pemerintah, PSSI, dan seluruh media di tanah air, untuk terus peduli terhadap sepak bola wanita. Sama hal di aspek kehidupan lain, di sepak bola, mereka juga menuntut kesamaan perlakuan.
Hingga saat ini belum pernah ada liga wanita di tanah air, ada pun ajang resmi yang dikelola PSSI, lebih sering membawa nama Asosiasi Provinsi. Sedang peran pembinaan ada di klub.Berbicara, jika asprov hanya memiliki 34 daerah, klub anggota PSSI dari klub mencapai 700 lebih.
Secara filosofi, dengan ladang sama besar, tapi lahan yang digarap jauh lebih luas di sepak bola putra. Sedang di putri, hanya sebatas rutinitas tahunan, itu pun dengan lebel turnamen bukan liga.
“Kartini Cup ini ajang pertama yang diikuti Putri Jakarta Matador FC. Juara memang yang terbaik, tapi sebagai ajang debut, kami cukup puas dengan finis sebagai runner up turnamen,” sambung Wijang Ginajar, Direktor Operasional Putri Jakarta Matador FC.
Usai tampil sebagai peserta, saat ini jajaran manajemen langsung bertolak ke Yogyakarta untuk bersiap menjadi tuan rumah Trofeo International Women Day. Meski berkejar-kejaran dengan waktu, manajemen berharap dukungan dari publik agar hajatan ini sukses.