TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Jumlah pengangguran di Indonesia kemungkinan besar bertambah seiring dihentikannya kompetisi Liga Indonesia dan Divisi Utama.
Tanpa pertandingan, klub mulai ancang-ancang melakukan pemutusan kontrak massal kepada pemain karena tak ada sumber dana untuk membayar gaji. Persela Lamongan sudah mengambil sikap membubarkan tim dan pemain hanya mendapat gaji hingga April.
Beberapa tim lain sudah menuju ke sana karena tak ada pilihan lain. Tanpa pemasukan dari sponsor dan penjualan tiket, hampir mustahil tim bisa menghidupi pemain.
Kondisi itu membuat pemain waswas, termasuk playmaker Persib Bandung, Firman Utina. Walau belum berpikir tentang pemutusan kontrak, tapi kecemasan melanda wakil kapten ini.
Dia masih percaya manajemen bisa mencari jalan keluar sehingga pemain tak menjadi korban penghentian kompetisi akibat perseteruan PSSI dengan Kemenpora.
Ia yakin jika ada rencana memutuskan kontrak pemain, manajemen Pangeran Biru tidak bakal melakukannya secara diam-diam.
"Kalau ada pemutusan kontrak atau langkah buruk pasti ada pembicaraan. Tetapi Persib masih maju terus untuk bertarung di AFC Cup," kata Firman, Jumat (8/5) sore.
Atas pemutusan kontrak yang diambil Persela, dan akan diikuti Persiba Balikpapan, pemain yang pernah menjabat sebagai kapten tim nasional (timnas) ikut berempati kepada rekan seprofesinya.
"Saya cukup sayangkan dan prihatin dengan klub yang sudah langsung ambil keputusan untuk putus kontrak (pemain). Dalam hal apa dan segi apa pembicaraannya (antara klub-klub itu dan pemain-pemainnya), saya belum paham," kata pemain asal Manado itu.
Di Persib, Firman masih fokus menghadapi dua laga di Piala AFC. Laga paling dekat adalah menjamu Ayeyawady United di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, 13 Mei.
Laga tersebut merupakan yang terakhir di Grup H dan akan menjadi penentu siapa yang berhak jadi tuan rumah di babak 16 besar.
Sebelum laga, Persib di puncak klasemen dengan poin 11. Sedangkan Ayeyawady dari Myanmar di posisi runner-up dengan koleksi sembilan poin. Jika lawan perlu kemenangan untuk menggeser, Persib hanya butuh hasil imbang.
Menjelang laga itu, lalu bertarung di babak 16 besar pada 27 Mei, Firman mencoba menjaga motivasi.
"Kami bawa nama Persib, masyarakat Bandung, dan Indonesia. Karena itu, kami tetap berlatih. Bukan tak peduli dengan kondisi sepak bola di Tanah Air yang seperti ini, tetapi penghentian kompetisi domestik bukan menjadi alasan motivasi kami menurun," ujarnya.
Yang pasti, ia tidak ingin kejadian buruk tiga tahun silam terulang lagi. Kala itu terjadi dualisme PSSI yang berujung ada dua kompetisi tertinggi di Indonesia.
"Kita berdoa agar sepak bola Indonesia lebih baik. Ada yang saling legowo. Jangan sampai ada lagi dualisme liga dan dua kepengurusan yang akhirnya membuat pemain bingung mau ke mana," kata Firman.
Karena itu, ia mengharapkan PSSI dan Kemenpora segera bergandeng tangan sehingga kompetisi dalam negeri pun bergulir seperti semula.
"Kami hanya sebagai seniman dan penghibur. Sepak bola juga jadi pekerjaan kami. Mudah-mudahan tidak ada yang ganggu agar kami bisa berkreasi dan memberikan semua yang kami miliki, termasuk bagi timnas dan bangsa ini," katanya.