TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti saat ini sedang berada di Swiss, dalam persiapannya mengikuti Kongres FIFA akhir Mei ini.
Berikut ini adalah surat terbuka La Nyalla Mahmud Mattalitti yang ditujukannya kepada Menpora, Imam Nahrawi.
Setelah saya dipercaya anggota untuk menjadi Presiden PSSI melalui Kongres di Surabaya 18 April 2015 lalu, saya memutuskan untuk concern di pembinaan sepakbola usia dini. Tentu hasilnya nanti akan kita lihat di masa yang akan datang.
Saudara Menpora yang saya hormati,
Di bulan Desember 2014, saya baca di media massa Anda membentuk Tim 9, yang bertugas membenahi sepakbola Indonesia.
Dan setelah itu, tercatat di beberapa media, Tim 9 menyampaikan banyak tudingan dan tuduhan, bahwa PSSI sarang mafia sepakbola, sarang pengatur skor, sarang koruptor, bahkan klub anggota PSSI dituding melakukan praktek pencucian uang, dsb. Ironisnya, sampai Tim 9 dibubarkan bulan April lalu, tidak satupun tuduhan dan tudingan itu dibuktikan.
Saya sudah berulang kali menyatakan, PSSI sangat berterima kasih bila ada pihak, siapapun, yang membantu memerangi praktek match fixing. Bantu saya untuk memberantas. Bukan sebaliknya, justru seolah memberi stigma, kami atau sayalah pelakunya.
Sejak saya menjabat Wakil Presiden PSSI, Demi Allah, saya sudah bertekad memerangi hal itu di kepengurusan saya.
Saya minta Komisi Disiplin untuk tegas menghukum siapapun keluarga besar sepakbola yang terbukti melanggar kode disiplin PSSI. Saya mendukung upaya PSSI bekerjasama dengan Sport Radar, untuk memerangi match fixing.
Saya mendukung terbentuknya departemen integritas di PSSI. Bahkan saat kongres tahunan Januari 2015 lalu, kami dan peserta Kongres menandatangani pakta integritas sebagai upaya untuk memerangi match fixing.
Tentu semua yang dilakukan PSSI sebatas yang bisa dijangkau oleh PSSI. Para pelaku judi, atau pengatur skor yang di luar keluarga besar PSSI, atau orang-orang asing, tentu menjadi kewenangan kepolisian dan Interpol.
Saya juga memastikan bahwa tidak ada satu kalimat pun di dalam regulasi Liga Indonesia bahwa klub boleh tidak membayar kewajiban terhadap pemainnya. Debt is debt. Tentang skema penyelesaian hutang telah diatur melalui beberapa mekanisme yang telah disediakan.
Ini semua upaya yang serius dilakukan PSSI dalam masa kurang dari dua tahun setelah didera konflik dan dualism kompetisi. Sehingga FIFA member apresiasi dengan meluncurkan beberapa program asistensi untuk PSSI.
Di antaranya FIFA Performance Program, FIFA Goal Project, FIFA Financial Assistance Program dan lain-lain.
Tapi semua itu seolah tidak ada artinya di mata Anda.
Anda melalui BOPI justru memaksa PSSI untuk “menelantarkan anak” (anggota) kami. Persebaya dan Arema untuk tidak boleh berkompetisi dengan alasan yang tidak subtansif.
Padahal pemaksaan BOPI kepada PSSI terkait hal itu adalah jelas-jelas pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 tahun 2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Statuta PSSI serta Statuta FIFA.
Sehingga sejatinya BOPI memaksa PSSI untuk melakukan pelanggaran hukum dan Statuta. Bahkan FIFA sampai bersurat bahwa BOPI atau siapapun di luar Member Association dilarang ikut menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh mengikuti kompetisi atau berapa peserta kompetisi. Karena itu domain Member Association. Bukan pihak ketiga.
Puncaknya Anda malah mengeluarkan keputusan sanksi administrative dengan tidak mengakui aktivitas keolahragaan PSSI dengan alasan karena Persebaya dan Arema tidak dilarang oleh PSSI untuk mengikuti kompetisi.
Lalu dengan menggunakan semua instrumen kekuasaan, Anda meminta semua institusi pemerintahan dan alat negara, mulai dari kepolisian, imigrasi hingga kepala daerah se-Indonesia untuk tidak melakukan pelayanan publik kepada PSSI. Luar biasa semangat Anda untuk menghentikan sepakbola di Indonesia.
Karena Indonesia negara hukum, bukan monarki absolut, maka kami terpaksa menguji keputusan Anda dalam menggunakan kekuasaan melalui PTUN. Apalagi dari pasal-pasal pelanggaran yang Anda gunakan dan tuduhkan, tidak satupun yang dilanggar PSSI.
Kami juga terpaksa mengadukan secara langsung aksi Anda ke DPR RI hingga ke Wakil Presiden. Bahkan kepada Presiden melalui surat. Karena ingat, Negara ini bukan hanya pemerintah.
Tetapi Negara ini diisi oleh eksekutif, legislatif, yudikatif dan rakyat. Anda pemerintah, saya rakyat. Dan kelak Anda juga akan menjadi rakyat.
Saya sudah berusaha menemui Anda di kantor Anda tiga kali. Tetapi tidak berhasil bertemu.
Saya berniat untuk duduk dan berbicara dengan Anda. Tentang keputusan Anda yang bisa berakibat fatal bagi sepakbola Indonesia bila FIFA sebagai induk sepakbola dunia member sanksi. Deadline sudah disampaikan FIFA melalui suratnya. Tanggal 29 Mei 2015.
Ini bukan soal harga diri bangsa yang takut terhadap FIFA. Ini soal pergaulan dan komitmen internasional. Sama persis dengan pemerintah yang mematuhi aturan penerbangan internasional.
Sama persis dengan pemerintah yang meratifikasi perjanjian internasional menjadi peraturan perundangan. Sama persis dengan ketaatan pemerintah terhadap sejumlah protokol internasional.
Apakah itu protokol Kyoto atau perjanjian WTO misalnya. Tentu saya tidak perlu memberi tahu Anda soal-soal yang seperti ini. Karena Anda pasti lebih tahu.
Tetapi yang terjadi tetap saja Anda bersikukuh. Membentuk Tim Transisi yang dalam konteksnya akan mengambil alih peran dan fungsi PSSI. Bahkan untuk membentuk kepengurusan PSSI yang baru.
Saya jadi bertanya. Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya lakukan sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?
Sekali lagi. Tolong dijawab. Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya lakukan sebagai Presiden PSSI?
Sehingga PSSI diperlakukan seolah organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?
Kalau Anda ingin mengganti kepengurusan PSSI, bukankah sudah ada jalurnya melalui Kongres yang berlangsung setiap 4 tahun sekali? Atau Anda ingin mengambil alih Liga Indonesia sebagai operator kompetisi?
Sebab kalau Anda menyatakan ingin memajukan dan memperbaiki kualitas sepakbola Indonesia bukan begini caranya.
Di dunia ini, negara manapun yang memajukan sepakbola atau olahraga, mendukung dengan semua sumber dayanya. Termasuk menggelontorkan dana jutaan dolar dan membangun infrastruktur olahraga yang memadai.
Terakhir, saya mengingatkan, ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas olahraga sepakbola.
Sepakbola adalah dinamika sosial. Dinamika ekonomi dan penyumbang pertumbuhan ekonomi. Hari ini, Anda menghentikan denyut nadi sepakbola Indonesia.
Sebagai sesama muslim saya mengingatkan, bahwa Maha Penguasa di atas segala penguasa hanyalah Allah Azza Wajalla.
Selama ini saya diam, bukan takut kepada Anda, tetapi saya takut kepada Allah SWT jika sampai Allah SWT menurunkan azab-Nya kepada kalian dan bangsa Indonesia karena penguasa yang mendzolimi rakyatnya.
Semoga Anda segera sadar dan ikhlas untuk mencabut sanksi kepada PSSI. tb