Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan asisten pelatih Persija Jakarta, Blitz Tarigan mengatakan, kasus bek Persija Jakarta, Alfin Ismail Tuasalamony yang tidak mampu untuk mengobati cedera di tulang kering kakinya akibat dari vakumnya kompetisi Liga Super Indonesia (LSI).
"Konflik sepak bola nasional yang tak kunjung selesai begitu besar pengaruhnya, salah satunya adalah kasus Alfin. Dia tidak punya uang untuk berobat bahkan klub pun tidak bisa membantu karena tidak ada pemasukan akibat vakumnya sepak bola di Tanah Air," kata Blitz kepada Harian Super Ball, Minggu (28/6/2015).
Seperti diketahui, Alfin membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menyembuhkan cedera patah tulang kering kaki kirinya. Dia pun harus menjalani tiga kali operasi untuk menyembuhkannya. Dua operasi telah dijalani, namun untuk operasi yang ketiga beban berat harus dipikul Alfin.
Menyusul, saat ini tabungannya sudah mulai menipis, apalagi gajinya beberapa bulan masih belum dilunasi Persija.
Menurut Blitz, kasus yang menimpa Alfin memang jarang terjadi. "Selama aktif di sepak bola, saya baru menemukan kasus seperti ini. Kejadiannya di luar aktifitas bola ditambah saat kondisi kompetisi sedang vakum. Saya tidak tahu apakah di dalam kontrak, kasus seperti ini menjadi tanggungjawab klub. Tetapi kalaupun tidak ada di dalam kontrak, manajemen klub tetap bisa membantu jika ada pemasukan dari sponsor. Namun sponsor mana yang masih memberikan dukungannya kalau kompetisi sedang vakum seperti ini," ujar Blitz.
Blitz yakin jika peristiwa itu terjadi saat kompetisi berjalan normal dan klub 'kebanjiran' sponsor, tentunya manajemen tidak akan lepas tanggungjawab.
"Alfin kan aset klub. Jadi jika terjadi sesuatu, manajemen pasti memberikan bantuan. Meski jika di kontrak tidak disebutkan untuk kasus seperti Alfin. Tetapi vakumnya kompetisi akibat konflik sepakbola yang tidak selesai membuat Persija kehilangan banyak sponsor," ucap Blitz.
Blitz justru meminta pertanggungjawaban dari Menpora Imam Nahrawi yang dianggapnya sebagai biang dari mati surinya sepak bola nasional.
"Coba saja minta pertanggungjawaban dari Menpora. Beliau yang membuat kondisi sepak bola kita seperti ini. Perbaikan sepak bola yang dikatakannya, justru membuat pelaku sepak bola menjadi korban. Seandainya tidak terjadi konflik, tentunya tidak ada masalah seperti Alfin," terang Blitz.
Blitz mengaku prihatin dengan kondisi ini. Dia sangat menyayangkan peristiwa ini bisa terjadi dan tidak ada pihak, baik Menpora dan PSSI yang perduli.
Saat ini Alfin hanya bisa berharap dari kemurahan hati orang lain, seperti dari rekan seprofesi yang ingin berbuat sesuatu untuk membantu biaya pengobatan mantan pemain CS Vise itu.
The Jakmania, suporter Persija terus berusaha mengumpulkan dana selama bulan Ramadhan ini untuk membantu Alfin. Bahkan ada pertandingan amal yang bakal diikuti APPI All Stars, Dompet Dhuafa All Stars, dan Specs All Stars di Lapangan Pertamina, Simprug, Jakarta, 28 Juni 2015.
Blitz berharap konflik bisa segera diselesaikan, sehingga keadaan sepak bola nasional bisa kembali normal seperti biasa. Menpora jangan terus menerus mengedepankan egonya. Tanpa mau bertemu dengan PSSI.
" Jika konflik tak kunjung selesai, kita sulit berharap kompetisi bisa kembali digelar. Sehingga kita tidak tahu kapan gairah sepak bola nasional pulih. Saya hanya minta pemerintah perhatikan nasib pelaku sepak bola yang tidak punya pekerjaan dan tidak bisa memberikan nafkah kepada keluarganya," tutur Blitz.