"Erwin dan Marshell saat itu sedang main di dalam lapangan. Yang diserang hanya yang ada di bench," katanya.
Akibat insiden itu, laga pun tidak bisa dilanjutkan karena tentunya hal itu akan sangat berisiko, bahkan membahayakan nyawa penggawa OTP 37.
"Sempat dilakukan mediasi sebenarnya saat itu. Agar laga tetap berlanjut, misalnya langsung dilakukan adu penalti. Tapi tentu sangat berisiko, makanya kami tidak mau," kata Isnan.
Usai menerima perlakuan brutal dari suporter Rider 700, mantan penggawa Timnas ini pun disarankan Denpom setempat untuk ke rumah sakit melakukan visum dan melaporkan kejadian yang dialaminya. Meski demikian Isnan rupanya enggan untuk memperpanjang urusan, sehingga memilih untuk tidak melapor.
"Memang sempat mau divisum saat itu. Dan disarankan teman yang dari anggota POM untuk melapor. Tapi tidak usah saja, ini sudah risiko. Lagipula saya juga baik-baik saja, tidak ada luka," katanya.
Terjadinya insiden tersebut, Isnan pun mengaku sangatlah menyesalkan sekaligus menyayangkannya.
"Kita main bola di lapangan, jangan bawa-bawa atribut militer lah. Olahraga menjunjung sportivitas, jadi tunjukkan jiwa sportivitas dan tunjukkan dengan permainan yang bagus. Bukan seperti ini," katanya.
Lantas bagaimana kelanjutan laga untuk menentukan pemenang alias juaranya dalam turnamen ini ? Ternyata OTP 37 enggan untuk kembali berlaga, sehingga 'menghadiahkan' gelar juara kepada Rider 700.
"Berdasarkan aturan technical meeting, tim yang membuat onar langsung didiskualifikasi. Tapi kami persilakan saja mereka mengambil gelar juaranya. Memang rencananya habis Lebaran mau dilanjutkan tanpa penonton. Tapi pemain kami sudah tidak ada karena pulang semua juga," ujarnya.