TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan asisten pelatih Persipasi Bandung Raya dan Persija Jakarta, Blitz Tarigan mengkritik penyelenggaraan Piala Jenderal Sudirman yang menggunakan sistem pertandingan layaknya sebuah turnamen.
Menurut Blitz, dalam kondisi sepak bola nasional sedang mandek seperti ini, semestinya Mahaka Sports and Entertainment sebagai operator menggunakan sistem turnamen layaknya kompetisi.
Sehingga waktu penyelenggaraan bisa lebih lama. Sehingga para pelaku sepak bola, mulai dari pemain, pelatih dan klub bisa merasakan pertandingan lebih lama.
"Dalam kondisi konflik seperti ini, yang dibutuhkan para pelaku sepakbola tidak hanya turnamen yang waktunya sebentar. Akan lebih bagus memang jika turnamen dilakukan dengan sistem home away. Jadi setiap tim mendapat jatah bermain lebih banyak. Jika dalam satu grup ada lima tim, maka setiap tim bisa dapat jatah main delapan kali," kata Blitz kepada Harian Super Ball.
Jika hanya menggunakan sistem turnamen, ujar Blitz, maka setiap tim hanya dapat jatah tampil empat kali kali bertanding.
"Kalau tidak lolos, tim pulang kampung. Tim pun dibubarkan dan pemain terpaksa kembali pulang. Akibatnya atmoesfer pertandingan ini hanya dirasakan sebentar. Sangat disayangkan jika turnamen menggunakan sistem ini, padahal para pelaku sepakbola menginginkan pertandingan yang lebih lama agar aktivitas sepakbola bisa berlangsung lama," ujar Blitz.
Dengan sistem turnamen ini, ucap Blitz, yang diuntungkan hanya tim tuan rumah saja. Berbeda jika dengan sistem home away, setiap tim bisa mendapat dukungan dari suporternya.
"Dukungan suporter penting untuk tim itu sendiri. Penyelenggaraan pertandingan juga akan lebih meriah dan seru, karena semua pihak akan dilibatkan, termasuk masyarakat bisa beirmbas secara ekonomi. Jadi sistem home away berpengaruh positip bagi masyarakat luas," ucap Blitz.
Blitz menambahkan, dengan sistem home away yang akan memakan waktu lama juga berefek positip bagi sepak bola nasional.
"Harapannya adalah setelah turnamen berakhir, kompetisi bisa segera digelar. Sehingga klub tidak perlu waktu lama untuk melakukan persiapan. Turnamen bisa dijadikan untuk pematangan sekaligus persiapan pra musim. Klub pun tidak memerlukan waktu dan dana besar untuk melakukan persiapan kompetisi," tambah Blitz.
Namun, untuk menyelenggarakan kompetisi, tutur Blitz, harus ada penyelesaian konflik antara Menpora dan PSSI.
"Kedatangan perwakilan FIFA dan AFC sangat diharapkan semua pihak sebagai momen penyelesaian konflik. Semua menginginkan kompetisi bisa digelar kembali, sehingga masa paceklik tidak terus berlangsung lama," tutur Blitz.
Blitz meminta kepada Menpora dan PSSI jangan terus mengedepankan ego. "Kalau terus bicara ego, masalah ini tidak akan pernah selesai. Padahal sleuruh pelaku sepakbola hanya berharap kompetisi segera digelar. Karena hanya dari bola-lah, kami mencari nafkah. Kalau konflik berlanjut sama artinya makin panjanglah harapan kami kembali beraktivitas. Bagaimana kami bisa mencari nafkah," jelas Blitz.