News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Johan Cruyff Wafat

Obituarium Cruyff: Pujangga yang Mengubah Paras Sepakbola

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

APA yang membuat sepakbola menjadi menarik? Karena sepakbola melahirkan banyak sekali drama dari manusia-manusia yang kadangkala sungguh nyentrik dan sepakbola tak terduga.

Sepakbola mengenalkan dunia pada Roger Milla dan Paul Gascoigne yang kocak. Rene Higuita dan Mario Balotelli yang gila. Eric Cantona dan Maradona yang jenius, tapi juga nyaris sama gilanya. Serta tentu saja para maestro semacam Pele, Franz Beckenbeauer, Enzo Francescoli, Roberto Baggio, Zinedine Zidane, hingga yang termutakhir, dua pemain yang belum juga bisa disentuh oleh pemain-pemain dari generasinya: Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Di antara mereka, Johan Cruyff punya tempat tersendiri. Dia maestro, dia jenius, kadangkala menunjukkan sikap yang kocak, bahkan gila.

Bagaimana tidak gila. Dalam kondisi puncak, performa maupun popularitas, ia menolak memperkuat tim nasional Belanda di Piala Dunia 1978 Argentina, sebagai bentuk protes terhadap diktator militer yang saat itu berkuasa di negara itu. Di tahun yang sama, ia memutuskan mengakhiri kontrak bersama FC Barcelona, kemudian terbang ke Amerika Serikat untuk memperkuat Los Angeles Aztecs.

Apa lagi yang membuat Cruyff istimewa? Ia intelek dan terpelajar. Tim nasional Brasil pernah diperkuat pemain bernama Socrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira. Koran- koran di Brasil selalu menuliskan namanya sebagai 'Dr Socrates'. Ini bukan julukan, sebab Socrates, kapten tim nasional Brasil di Piala Dunia 1986 Meksiko, memang benar-benar seorang dokter.

Cruyff tidak punya gelar akademik. Tapi dia seorang pemikir. Seorang pembicara yang andal dan penyair yang hebat. Jauh sebelum kata-kata menjadikan Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho pesohor media, Cruyff telah melakukannya dengan sangat baik.

Dari sekian deret kalimatnya, yang memukau lantaran indah maupun menyentak karena sungguh menohok, satu yang barangkali akan paling lama dikenang adalah kalimat perihal kemenangan dan kekalahan, yang secara unik disampaikannya lewat analogi botol soda.

Kalimat ini diucapkannya dalam wawancara dengan media Inggris, beberapa jam usai Barcelona, klub yang dibesutnya, dipermak AC Milan empat gol tanpa balas pada laga final UEFA Champions League, 18 Mei 1994, di Olympic Stadium, Athena, Yunani.

"After you've won something, you're no longer 100 percent, but 90 percent. It's like a bottle of carbonated water where the cap is removed for a short while. Afterwards there's a little less gas inside."

Sebenarnya ia hendak bicara soal semangat dan konsentrasi. Satu kemenangan, kata Cruyff, akan membuat kadar semangat dan konsentrasi menurun. Dan jika tidak mampu menjaganya, maka semakin sering kemenangan itu datang, semakin kendor pula semangat dan konsentrasi itu. Persis botol soda yang sudah kehilangan seluruh buih dan gasnya.

Sebagai penyair, Cruyff bahkan telah melahirkan sejumlah buku. Satu yang paling terkenal adalah "Vrij Nederland, The Poetry of Johan Cruyff" (1993), yang antara lain memuat puisi berjudul Three Minutes. Puisi yang dianggap paling mewakili sepakbola. Dan Sir Alex Feguson, membacanya, untuk merepresentasikan kemenangan mereka atas Bayern Munchen di laga final Liga Champions 1992.

In each game there are three minutes
and those of course subidivided into moments
that really matter
in three minutes you win or lose

Hendrik Johannes Cruijff meninggal dunia di Barcelona, Kamis, 24 Maret 2016. Di usia 68, ia akhirnya menyerah pada kanker yang menggerogoti paru-parunya sejak satu tahun yang lalu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini