Baca tanpa iklan
8. Atletico Madrid, 2013/2014
Hampir satu dekade terakhir, gelar juara La Liga menjadi rebutan antara dua raksasa saja, Barcelona atau Real Madrid.
Banjir finansial dan deretan pemain bintang kelas dunia menjadi faktor utama kesuksesan dua tim tersebut.
Di tahun 2014, tidak ada yang mengira Atletico Madrid akan mampu merusak dominasi dua raksasa tersebut.
Saat Diego Simeone kembali ke Atletico sebagai pelatih, tim ini masih terdampar di papan tengah dan tidak terlihat akan berkembang dengan cepat.
Enam bulan kemudian mereka memenangi gelar Europa League, kemudian membuang jauh-jauh rasa inferior yang dimiliki dengan mengalahkan sang rival sekota (Real Madrid) untuk pertama kalinya dalam 14 tahun terakhir.
Hanya sedikit yang percaya tim ini bisa secara konsisten mengimbangi Madrid dan Barca dalam waktu 38 pertandingan.
Namun, Atletico malah mampu lebih dari sekedar mengimbangi.
Dengan dorongan gol-gol Diego Costa, pertahanan yang amat sangat ketat, dan semangat yang tidak bisa dihancurkan, Los Cochoneros datang ke Nou Camp di hari terakhir musim.
Mereka hanya membutuhkan satu poin demi memastikan gelar juara.
Barcelona unggul lebih dahulu melalui gol Alexis Sanchez, tapi Diego Godin mampu menyamakan kedudukan.
Godin melompat tinggi dan mengalahkan bek Catalan untuk memasukkan bola melalui tandukkannya.
Hasil imbang paling manis untuk Atleti berhasil diraih.
Keesokan harinya, Paseo del Prado di Ibukota Spanyol pun langsung dibanjiri warna merah dan biru saat ribuan fans Atleti turun untuk menyambut para pahlawan mereka.
Satu-satunya yang hilang di perayaan tersebut adalah trofi La Liga.
Trofi belum bisa diserahkan pada hari itu karena Presiden Liga sedang melakukan hal lain.
“Tidak masalah,” ucap Simeone dengan senyum yang lebar.
“Mereka sudah tidak bisa lagi mengambilnya dari kami!”