News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sudut Lapangan

''Palu-Arit'' di Lapangan Hijau Sepak Bola Indonesia

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi kampanye kader Partai Komunias Indonesia (PKI)

GAMBAR palu dan arit merupakan tabu di Indonesia. Bahkan, beberapa pekan belakangan, derajat tabunya persis seperti gambar porno. Sebabnya, palu arit diasosiasikan dengan komunisme yang dianggap masih bergentayangan. Sementara, di lain sisi, pemerintah dan tentara masih tetap getol melakukan ritual suci: eksorsisme “hantu merah”.

Namun—suka tidak suka, setuju atau tidak—kaum komunis memiliki andil yang tak sedikit dalam gerak sejarah bangsa Indonesia sejak prakemerdekaan maupun sesudah proklamasi 17 Agustus 1945.

Pemberontakan pertama rakyat secara nasional kepada pemerintah kolonial Belanda, tahun 1926, digagas dan dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pun penculikan Bung Karno dan Mohammad Hatta yang menjadi momen penting sehingga keduanya mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, juga diinisiasi kaum komunis.

Tak hanya itu, jejak kaum komunis juga ternyata tertapak jelas di lapangan hijau sepak bola, cabang olahraga paling digemari di Indonesia.

Terlepas dari jelas atau absurdnya pelarangan PKI dan ajaran Marxis-Leninis/Komunisme di Indonesia, ataupun kesimpangsiuran dalang pembunuhan 7 jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965, toh kiprah kaum komunis berbagai bidang tak bisa begitu saja diabaikan.

Termasuk, kiprah mereka di sepak bola, yang bakal disajikan dalam sejumlah artikel Tribunnews.com ini.

Komunis di Timnas Indonesia

Nama-nama semacam Cristian “El Locco” Gonzalez, Boaz Salosa, atau Bambang Pamungkas, bisa secara mudah diingat oleh penggemar sepak bola tanah air.

Namun,berapa banyak warga Indonesia yang mengetahui, apalagi mengidolai dua nama seperti Witarsa (bukan Aang Witarsa, legenda Persib Bandung) dan Ramlan?

Padahal, pada eranya, 1950-an, Witarsa dan Ramlan sangat dielu-elukan sebagai “super hero” sepak bola nasional., Bisa dikatakan, keduanya bak El Locco maupun Boaz di era kekinian.

Bahkan, Ramlan adalah kapten Timnas Indonesia pada saat itu.

Tapi sayang, kedua nama tersebut tak setenar legenda-legenda sepak bola lain setelahnya. Apa pasal? Mereka komunis!

Setelah gantung sepatu, keduanya menjadi anggota DPR dari PKI.

Ketika menjadi wakil rakyat, keduanya getol membongkar kasus suap dalam bidang olahraga.

PKI dan Lobi Internasional

Tahun 1960-an, PKI tengah naik daun dalam panggung politik nasional. Mereka berada dalam lingkaran dalam rezim Soekarno.

Ketika itu pula, mereka turut menginisiasi sejumlah kebijakan terkait sepak bola.

Setidaknya, “campur tangan” PKI dalam lapangan hijau tampak jelas ketika mereka sukses melobi Lokomotiv Moskow, klub sepak bola asal Uni Soviet yang ketika itu ditakuti di jagad Eropa, untuk datang dan latih tanding ke Indonesia.

Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, dan PSMS Medan, merupakan tiga dari enam tim yang bisa mencicipi laga melawan kampiun Eropa saat itu.

Tak hanya itu, PKI juga memiliki andil dalam melobi pemerintah Uni Soviet untuk mendanai cuma-cuma alias bukan utang, pembangunan stadion megah di Indonesia.

Stadion megah yang merupakan duplikasi stadion besar di Rusia itu, kekinian masih berdiri megah dan riuh oleh para suporter sepak bola. Stadion itu adalah Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Catatan Redaksi: Sebagian artikel ini telah mengalami perubahan. Witarsa yang disebut dalam artikel ini bukan Aang Witarsa legenda Persib Bandung dan Timnas Indonesia. Demikian perbaikan telah dilakukan.  Baca juga artikel: Aang Witarsa Legenda Sepak Bola Persib dan Indonesia Bukan Komunis

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini