Dan ia menggunakan waktu satu tahu penuh sekadar untuk mengutak-atik skuat dan mencoba puluhan pemain. Sampai akhirnya, pada 31 Mei 2016, menetapkan skuat yang berisikan sebagian besar pemain "kurang terkenal". Pilihan yang memunculkan perdebatan riuh di Italia.
Kemenangan atas Belgia sedikit mengurangi keriuhan. Namun belum sepenuhnya. Taktik revolusioner Conte, yakni menempatkan sekaligus dua gelandang box to box yang bermain melebar (satu konsep yang tak lazim), Marco Parolo dan Emanuele Giaccherini, dinilai berisiko tinggi.
Belgia yang "demam panggung" mungkin tidak siap dengan strategi ini dan gagal mengantisipasi. Namun menghadapi Swedia, situasinya akan berbeda.
Tidak seperti Belgia yang banyak menahan dan menguasai bola,Swedia juga acap kali kalah dalam perkara possesion. Mengandalkan efektivitas juga. Jika ada kesempatan, gelandang-gelandang, atau bahkan bek-bek Sewdia, lebih suka mengirim bola ke depan untuk diselesaikan oleh ujung tombak mereka, Zlatan Ibrahimovich.
"Tim ini (Swedia) dari tahun ke tahun sebenarnya tak pernah terlalu cemerlang. Tak banyak pemain hebat. Tidak melahirkan banyak bintang. Tapi beberapa tahun ini mereka punya senjata yang benar-benar mematikan," kata Buffon pada Football Italia.
Buffon memang punya sekian pengalaman buruk menghadapi Ibra --sapaan Zlatan Ibrahimovic. Baik di level klub maupun tim nasional. Tahun 2004, juga di babak grup ajang Euro, Ibra membuyarkan harapan Italia untuk meraih kemenangan. Bukan sekadar gol. Bukan gol biasa. Tetapi gol yang sekaligus mempermalukan.
Berawal dari tendangan sudut yang menciptakan kemelut di kotak penalti Italia pada menit 85, Ibra yang dikepung pemain Italia, membalikkan badan dan menghujamkan bola dengan tumitnya. Buffon yang mencoba menyergap hanya menerpa angin. Inilah satu di antara gol yang membuat Ibrahimovich mendapatkan julukannya yang masyhur, Ibracadabra.
Julukan yang merujuk pada mantra sihir. Dunia keajaiban. Dan Zlatan Ibrahimovich memang seringkali menunjukkan keajaiban itu. Zlatan adalah sepakbola itu sendiri, kata Jose Mourinho, pelatih yang pernah menanganinya di Inter Milan. Dia bisa saja sepanjang 80 menit hanya berlari-lari di lapangan, tidak menyentuh bola, namun sentuhan pertamanya dapat berbuah gol.
Di Swedia, sejak tahun 2013, ada kata baru dalam kamus, yakniZlatanera. Kata yang diambil dari nama Zlatan Ibrahimovich. Artinya adalah dominasi, bagaimana melewati tiap-tiap halang-rintang dengan perjuangan yang hebat.
Kontra Republik Irlandia, sihir Ibra memang belum keluar. Permainan keras dan cepat Irlandia menyulitkan Swedia keluar dari tekanan dan gagal berkembang. Martin O'Neill, pelatih Irlandia, menugaskan dua pemainnya secara bergantian menjaga Ibrahimovich. Bukan mengawalnya man to man, melainkan memutus alur bola untuknya.
Namun kegagalan di laga pertama itu tak lantas membuat kubuItalia lengah. Giorgio Chiellini menyebut skor 1-1 Swedia kontra Republik Irlandia tidak bisa dijadikan rapor untuk mengukur Zlatan Ibrahimovich.
"Dia tipikal pemain yang mampu mengubah jalannya pertandingan. Kuncinya adalah konsentrasi. Lengah sedikit akan jadi petaka. Irlandia mampu melakukannya, begitu juga kami," katanya.
Antonio Conte pun berpikiran serupa. Pada sesi latihan tim nasional Italia, kemarin, ia memberikan latihan khusus pada pemain-pemain lini belakang. Seorang pemain dijadikan target penjagaan. Tidak disebutkan siapa pemain itu. Namun sepertinya dia diandaikan sebagai Zlatan Ibrahimovich.
Twitter: @aguskhaidir