TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum yang juga seorang Advokad, Ahmad Riyadh turut buka suara terkait kasus pengaturan skor yang belakangan ini mencuat di sepak bola Indonesia.
Menurut Riyadh pada kasus Iwan Budianto itu bukan pengaturan skor.
"Bedakan pengaturan skor dan penunjukkan tuan rumah. Sangat berbeda bumi dan langit,'' ungkap Riyadh yang juga Ketua Komite Ad Hoc Integritas PSSI.
Kasus tersebut berawal dari aduan Manajer Persiba Bangkalan Imron pada Piala Suratin 2009. Saat itu sebagai tuan rumah dia menyetor uang Rp140 juta.
''Tidak ada satu pun aturan yang ada dalam PSSI baik itu statuta dan lain- lain yang melarang penerimaan itu. Terlebih lagi, apa yang dilakukan telah dipertanggung jawabkan baik dari segi keuangan maupun kegiatan pada kongres PSSI. Sekarang di mana letak penipuannya, wong Persiba Bangkalan akhirnya ditunjuk jadi tuam rumah,'' jelas Riyadh.
Riyadh menggaris bawahi soal kasus ini bukan pengaturan skor, tetapi penunjukkan tuam rumah. Terlebih lagi, Imron Abdul Fatah pada 2010 menjadi salah satu pengurus (Wakil Ketua PSSI Jatim). Jadi ini murni dalam ranah pssi dan telah selesai sejak di pertanggungbjawabkan dalam konggres yang saat itu juga di hadiri dan di setujui oleh Persiba Bangkalan.
Riyadh mengatakan dalam statuta, PSSI boleh memungut iuran kepada anggota, sebagai uang pendaftaran, penyelanggaraan turnamen, kursus-kursus kepelatihan dan wasit yang digelar anggota PSSI," ujar Riyadh.
Dalam Pasal 71 statuta PSSI tertulis, Kongres PSSI bakal menentukan nilai iuran tahunan anggota setiap dua tahun sekali berdasarkan rekomendasi Komite Eksekutif. Jumlah iuran keanggotan untuk semua anggota sama dan tidak lebih dari Rp10 juta.
Kemudian, dalam pasal 73 tertulis, PSSI boleh memungut iuran sekaligus menetapkan iuran kepada anggota bila berniat menggelar pertandingan tertentu dengan monitor PSSI.
Riyadh juga menjelaskan terdapat tiga sumber pendapatan PSSI, sesuai yang tertuang dalam pasal 68 Statuta PSSI. Menurutnya salah satu sumber pemasukan tersebut berasal dari iuran tahunan keanggotaan PSSI.
"Terdapat tiga macam sumber pendapatan PSSI secara khusus (di pasal 68 Statuta PSSI). Antara lain iuran tahunan keanggotaan, penerimaan hak dari pemasaran (marketing) di mana telah menjadi kewenangan PSSI, denda dari Komisi Disiplin PSSI sesuai ketetapan dari Komite Eksekutif PSSI. Terakhir, iuran dan penerimaan lain sesuai dengan tujuan PSSI.''
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Refrizal mengaku, menjelang KLB banyak hal ajaib yang terjadi. Bahkan, permainan dari orang yang suka dan tidak suka terhadap PSSI dan pengurus saat ini mulai saling serang.
Berbagai isu pun dikeluarkan demi kepentingan semata. Namun, terkait aturan Refrizal mengaku, sangat menaati.
Soal komentar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane yang mempertanyakan status hukum Iwan Budianto yang masih belum pasti.
''Apa urusan dan kepentingan IPW yang ingin mengetahui proses hukum Iwan. Bahkan terkesan mengungkit persoalan lama. Nah itu IPW titipan siapa. PSSI sudah dalam track yang benar. Tidak ada yang salah dengan Iwan Budianto,'' ujar Refrizal.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Mudzakkir mengatakan kasus pengaturan skor termasuk dalam kategori kejahatan lunak hal itu karena sangat sulit melakukan pembuktian terhadap setiap dugaan pengaturan skor.
Menurut dia, pengaturan skor berbeda dengan kasus suap dalam perkara korupsi. Pengaturan skor harus fokus kepada pencegahan karena berkaitan dengan moral pelaku.
“Pengaturan skor masalah moral. Publik sendiri juga sangat sulit membuktikan hasil pertandingan tersebut sudah diatur hanya karena skor pertandingan berakhir 2-1 ,” kata Mudzakir (27/1/2019).
"Berbeda dengan kasus suap seperti dalam perkara korupsi di mana penegak hukum bisa membuktikan kejahatan pelaku suap dengan data-data," ucapnya.