“Ini harus diluruskan. Ke depan, event usia muda juga harus menjauhkan diri dari kebiasaan menawarkan iming-iming hadiah uang sebagai daya tarik. Ini kurang mendidik, lebih baik diapresiasi dengan bentuk lain”
Fokus ketiga, “S” yang berarti sinergi semua unsur.
“Saya selalu mengatakan bahwa pembinaan usia muda itu berat di ongkos. PSSI tidak mungkin melakukannya sendirian. Jadi, harus dikeroyok bersama Pemerintah, swasta, komunitas sepak bola, masyarakat, keluarga, dan lain-lain,” jelasnya.
Kusnaeni juga menyarankan agar PSSI berfokus pada kompetisi usia muda yang mendekati senior. Sementara usia muda di bawahnya, termasuk usia dini, digarap stakeholders yang lain.
“Di kelompok usia bawah ini, PSSI fokus sosialisasi Filanesia, memperbanyak pelatih muda berlisensi, dan aktif menggandeng Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk pengembangan sarana bermain bola yang layak. Sekarang ini, masih sangat terbatas lapangan latihan untuk anak-anak kita.”
Fokus paling akhir, “S” yang kedua, bermakna stop pencurian umur.
“Ini permasalahan klasik yang mungkin tak akan pernah selesai. Tapi kita harus tekun dan terus berupaya mengatasi,” ujar Kusnaeni yang berharap dipercaya mengurusi pembinaan usia muda jika terpilih jadi pengurus PSSI.
Menurut dia, aksi pencurian umur dalam pembinaan usia muda tidak hanya berdampak terhadap mutu kompetisi usia muda.
“Lebih parah lagi, ini merusak mental pemain itu sendiri. Sebab, sejak kecil, ia sudah diajari sesuatu yang salah dan itu akan terbawa terus sampai ia dewasa,” katanya.