Match Fixing secara sederhana bisa diartikan sebuah pengaturan skor terhadap hasil pertandingan sebuah laga.
Alhasil skor pertandingan sebelum laga dimulai bisa saja sudah ditentukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Ada beberapa hal yang bisa jadi alasan mengapa match fixing itu bisa terjadi dalam olahraga sepak bola utamanya Indonesia.
Mulai dari alasan perjudian hingga keuntungan finansial entah berupa uang maupu barang mewah lainnya yang terkadang sebab oknum-oknum tertentu berani melakukan hal tersebut.
Bahkan oknum-oknum match fixing tidak sedikit yang melibatkan pihak-pihak yang justru menjadi pemangku kepentingan sepak bola itu sendiri.
Seperti halnya, Joko Driyono misalnya yang pernah jadi mantan waketum PSSI menjadi salah satu tersangka tindak pidana suap alias pengaturan skor (match fixing).
Sejak tahun lalu, pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bahkan sudah turut serta memberantas masalah Match Fixing itu sendiri.
Langkah konkret yang dilakukan oleh pihak kepolisian yakni dengan membentu Satgas Antimafia Bola.
Satgas Antimafia Bola yang menangani beberapa kasus match fixing terakhir dinamai sebagai Satgas Jilid Ketiga.
Satgas tersebut telah mulai bekerja mulai 1 Februari 2020 hingga tiga bulan ke depan.
Salah satu kasus terbaru match fixing yang tengah ditangani oleh Satgas Antimafia Bola Jilid 3 adalah memburu dua tersangka tidak pidana pengaturan skor yang melibatkan pertandingan Liga 3 antara Persikasi Bekasi dan Perses Sumedang.
Dilansir dari Kompas, polisi sendiri telah menangkap enam tersangka atas kasus tersebut.
Berkas perkara kasus tersebut telah dinyatakan lengkap atau P21 pada 16 Januari 2020.
Selanjutnya, para tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumedang pada 19 Januari 2020.