TRIBUNNEWS.COM, MARSEILLE - Kisruh internal di tim Liga Prancis, Olympique Marseille, dilaporkan terjadi saat beberapa pemain menolak kebijakan pemotongan gaji dari petinggi klub.
Kebijakan pangkas gaji dilakukan klub-klub Eropa guna menyiasati tekanan finansial di tengah pandemi virus corona, tak terkecuali di tim elite Liga Prancis, Marseille.
Regulasi pemotongan upah yang diterapkan presiden klub, Jacques-Henri Eyraud, justru mendapat penolakan dari kelompok elite di skuat.
Elite yang dimaksud ialah para jagoan klub, yakni trio Dimitri Payet, Florian Thauvin, dan Steve Mandanda.
Ketiganya termasuk grup pemain bergaji tertinggi di Marseille saat ini.
Media sosial langsung bereaksi dengan melontarkan kritik tajam buat Payet cs.
Mereka dinilai mengutamakan pundi-pundi pribadi ketimbang sumbangsih untuk kepentingan bersama.
Namun, Le10 Sport mengungkapkan alasan spesifik di balik kabar penolakan para pilar Marseille tersebut.
Mulanya, Eyraud hendak menerapkan pemotongan gaji 50 persen, tidak hanya selama masa pandemi, melainkan hingga kompetisi musim ini berakhir.
Kebijakan itu mungkin masih bisa diterima oleh semua anggota tim.
Akan tetapi, sang presiden dinilai bertindak lebih jauh melalui program yang tak disetujui Payet, Thauvin, dan Mandanda.
Program itu ialah menerapkan pemangkasan untuk para pemain bergaji mahal sampai kontrak mereka habis di klub.
Artinya, meski pandemi berakhir dalam waktu dekat, pemain bersangkutan akan tetap mengalami pemotongan upah hingga masa kerja mereka tuntas di Marseille.
Oleh karena itulah tindakan tersebut dianggap bakal menimbulkan kerugian besar bagi pemain yang kontraknya masih tersisa lama di klub.