Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudistira Wanne
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sepak bola Indonesia, Akmal Marhali menilai bahwa banyak aspek yang harus diperhatikan apabila kompetisi Liga 1 2020 kembali dilanjutkan.
Koordinator Save Our Soccer itu menjelaskan, apabila kompetisi dilanjutkan kembali pada akhir Juni 2020, maka hal tersebut justru akan berisiko tinggi khususnya untuk para pemain lantaran jadwal yang padat.
"Artinya, bila dilanjutkan secara normal. Masih ada 31 laga bagi setiap klub. Butuh waktu 7 bulan. Bila dijalankan per akhir Juni 2020 maka akan berakhir pada Februari 2021," ujarnya, Selasa (9/6/2020).
"Jika jadwal dipadatkan seperti itu akan sangat rawan terhadap cedera pemain dalam kondisi yang abnormal saat ini," tambahnya.
Lebih lanjut, menurut Akmal, faktor lain seperti kebijakan setiap daerah terhadap antisipasi dan pengendalian wabah Covid-19 penerapannya berbeda. Sehingga aspek tersebut juga harus dilihat serta dipertimbangkan dengan matang.
"Banyak daerah yang masih zona merah. Sangat rawan buat kesehatan pemain. Ditambah lagi kebijakan politik setiap daerah juga banyak yang berbeda. Jangan sampai kompetisi dipaksakan dilanjutkan justru menjadikan sepak bola sebagai cluster baru corona disease," tegasnya.
Sementara itu, terkait opsi kompetisi dilanjutkan tanpa adanya penonton, Akmal menilai bahwa hal tersebut rawan akan pelanggaran.
Hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, Akmal berkaca dari banyaknya warga yang tidak mengindahkan peraturan PSBB yang diberlakukan oleh Pemerintah.
"Dijalankan tanpa penonton? Kita sudah tiga bulan mengikuti kebijakan PSBB. Banyak pelanggaran disiplin yang terjadi di masyarakat secara umum. Sulit menjamin semua akan patuh terhadap aturan bersandar pada pengalaman tiga bulan terakhir," ungkapnya.
Kendati demikian, Akmal juga menyadari bahwa klub-klub di Indonesia sangat mengandalkan pendapatan dari hasil penjualan tiket penonton.
Menurutnya, apabila kompetisi tetap dilanjutkan tanpa adanya penonton, maka berisiko banyaknya klub yang kolaps dan berimbas kepada penunggakan gaji pemain.
"Disisi lain, klub sepakbola Indonesia mayoritas mengandalkan sumber keuangan utama pada pendapatan tiket penonton. Potensi ada klub yang kolaps bila dilanjutkan dengan kompetisi normal. Pemain tidak gajian. Apalagi kondisi ekonomi juga tidak begitu bagus di tengah pandemi," paparnya.
Selain itu, Akmal melihat bahwa olahraga khususnya sepak bola adalah hal yang positif disaat New Normal diberlakukan.