“Target, ya kalau kita suporter tidak mau begini-begini terus dan memang tidak pantas Persitara ada di Liga 3 Provinsi kan. Kita minta supaya ya minimal bertahan dulu di Liga 3 nasional,”
“Pokoknya begitu jalan kita langsung suport, dari NJ (North Jak) siap menjadi pion bersama-sama manajemen untuk mengembalikan Persitara ke kancah sepakbola nasional,” jelasnya.
Dukungan NJ Mania kali ini untuk mengembalikan Persitara kembali berlaga di kasta tertinggi memang tak main-main. Farid mengatakan hal yang ia lakukan bersama dengan anggotanya adalah bentuk kesetian dan kegilaannya.
Baca: Awal Mula Perseteruan The Jakmania dan North Jakarta Mania
Semenjak turun ke Liga 3, NJ Mania mengalami penurunan anggotanya. Namun, ia yakin begitu klub bertahap naik kasta, akan banyak lagi NJ Mania yang kembali bergabung.
“Kalau sekarang karena tim kami turun jadi ikut turun (anggota NJ Mania) tapi kalau tim naik lagi pasti banyak lagi. Sekarang kami masih di angka seribu lebih, itu yang anggotanya, tapi kalau sama yang lainnya itu bisa 2000 lebih,”
“Di situ saja sudah luar biasa, mana ada tim Liga 3 ada 1000 suporter yang konsisten,” kata Farid.
Sejak menjadi Ketua Umum NJ Mania pada 2014 silam atau saat Persitara terjun ke Liga 3. Farid terus mengontrol anggotanya.
Ia paham betul tak sedikit dari anggotanya yang kini ikut-ikutan suporter lain – memberikan julukan lain seperti Ultras atau apa pun itu. Farid sebenarnya tak setuju dengan itu. Namun ia tak bisa pungkiri keinginan dari anggotanya.
Yang terpenting, Farid ingin anggotanya tidak bertindak bar-bar; hanya mendukung di dalam lapangan, fanatik di dalam lapangan setelah laga usai mereka harus bertindak seperti biasa dengan sesama suporter lawan.
“Nama NJ mania saja, tapi kan kita tahu anak-anak milenial sekarang kan ada nama-nama lain, nama-nama Eropa gitu. Jujur kalau saya kan orang dulu lah, tidak paham bahasa gini-gitu, kalau ultras kan ale-ale nyanyinya, kita ini orang Indonesia, budaya kita saja lah. Tapi kan kalau kita kekeh sama ego kita kan pasti anak-anak sekarang berontak,” ujarnya.
Bagi Farid, penamaan ultras atau apa pun itu julukan suporter fanatik di sebuah klub memang pasti ada. Tapi bagi kelompoknya yang berasal dari wilayah Utara Jakarta, julukan garis miring adalah julukan yang tepat.
Garis miring sendiri punya makna berbeda dengan garis keras atau ultras. NJ Garis miring binaannya kini tengah berjuang kembali membawa Persitara untuk bisa kembali ke kancah nasional.
“Kalau di NJ itu semuanya keras, dari 2005 – 2013 itu bahasanya suporter lain itu garis keras, tapi kalau kita di NJ ini bukan garis keras tapi garis miring. Kalau sudah orang miring itu sudah pasti keras, kalau orang keras belum tentu dia itu keras, miring itu sableng kalau bahasa betawi. Dan yang kita lakuin sekarang itu sableng, tim tetap di bawah tapi kita terus dukung,” katanya.
Makna Suporter di mata Pelatih