Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudistira Wanne
TRIBUNNEWS.COM, BABAKAN MADANG - Kompetisi Liga 1, 2 dan 3 2020 nasibnya tidak menentu lantaran pandemi Covid-19 masih terjadi di Indonesia dan hingga saat ini trennya belum menurun.
Akibat hal itu, Polri tidak memberikan izin terkait penyelenggaraan kompetisi Liga 1 2020 yang semula kembali bergulir pada 1 Oktober.
PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) juga sepakat untuk menunda bergulirnya kompetisi sampai tren pandemi Covid-19 ini benar-benar menurun.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Asprov Jawa Barat, Delif Subeki menyoroti nasib pemain sepak bola di level amatir.
"Seharusnya kan kita harus memikirkan nasib pemain yang bermain di liga amatir seperti di regional Jawa Barat ini. Di Asprov PSSI Jawa Barat itu ada sekitar 70 klub amatir yang terdaftar," ujarnya di Resto Gemboel Ruko Jungle Avenue C3-E no 109 Sentul Nirwana, Karang Tengah, Babakan Madang, Minggu (4/10/2020).
Lebih lanjut, Delif menilai bahwa PSSI harus mempertanyakan bagaimana nasib pemain amatir yang pada akhirnya nekat untuk main dipertandingan tarkam. Sebab, Delif membeberkan bahwa pertandingan tarkam diberbagai daerah masih tetap bergulir.
"Ini yang harus dipikirkan, karena kalau level regional tidak berjalan, pemain-pemain amatir mau ke mana? Yang bikin miris kan, kompetisi resmi tidak diizinkan, tapi kita tahu semua bahwa tarkam terjadi di mana-mana," tegasnya.
"Nah kalau tarkam ini siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi penularan covid-19 ataupun tindak kekerasan dalam pertandingan. Itu tidak ada sama sekali pengawasan," tambahnya.
Delif pun menekankan bahwa pemain amatir ini harus mendapatkan perhatian lantaran banyak yang mengais rezeki hanya dari sepak bola.
"Jadi harus ada sebuah upaya dari kita ini, bagaimana kita memikirkan nasib pemain amatir. Bukan hanya pemainnya saja. Di situ ada perangkat pertandingan, ofisial di level regional. Di mana mereka menggantungkan harapan dari sepak bola," ungkapnya.
Sementara itu, Delif juga membeberkan bahwa pemain amatir nasibnya kurang diperhatikan lantaran selama masa pandemi ini tidak terdata sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT).
"Pemain amatir ini kan bisa dibilang gajinya tidak besar. Masih banyak yang di bawah UMK dan UMR. Mereka ini tidak punya saving, mereka tidak punya ketahanan di masa pandemi ini. Nah pemain amatir yang gajinya 2 sampai 3 juta per bulan ini daya ketahanannya seperti apa? Bisa menyentuhkah BLT dari pemerintah kepada pemain amatir?," paparnya.
Tak hanya itu, Delif yang merupakan pemilik dari klub Persebam Babakan Madang juga mengaku dengan terpaksa mengizinkan pemainnya bermain tarkam lantaran tidak ada pilihan lain.
"Banyak pemain saya yang datang dan dengan terpaksa diizinkan main tarkam. Sebelumnya kan memang mereka dilarang main tarkam, karena tarkam dapat mematikan karirnya di sepak bola lantaran cedera yang diderita saat main tarkam," ungkapnya.
'Tapi saat ini pilihan terbaik buat mereka. Karena kompetisi tidak berjalan. Nah kalau tarkam, satu minggu sekali ada pertandingan dan rutin," sambungnya.
Delif pun berharap agar PSSI segera dapat mengambil keputusan terkait nasib kompetisi Liga di Indonesia.
"Harapan saya PSSI pusat agar cepat mengambil keputusan. Karena semakin lama tertunda dan tidak pasti klub semakin memiliki beban. Kalau memang tahun ini tidak dapat dilaksanakan kompetisi ya harus segera diputuskan sehingga klub bisa mengambil tindakan," tandasnya.