Beruntungnya, penolakan itu adalah jalan lebar ke klub impiannya, Napoli.
Insigne besar di sepakbola jalanan, jangan heran kemampuan dribillingnya sekaligus aksi di atas lapangan sangat menghibur.
Pengidola Alessandro Del Piero ini kemudian bergabung bersama akademi Napoli di usia 15 tahun.
Saat itu pada 2006, Napoli sedang dilatih oleh Zdenek Zeman yang sangat anti bertahan.
"Tidak tahu cara bertahan, tidak ingin bermain bertahan dan hanya ingin menyerang,"adalah slogan Zeman saat itu.
Dan Zeman sangat paham kualitas menyerang Insigne, mengirimnya ke Pescara yang saat itu diperkuat Marco Veratti dan Lorenzo Insigne.
Baca juga: Italia Juara Euro 2021, Roberto Mancini jadi Pangeran Tampan dalam Serial Snow White
Baca juga: Tikitalia, Bawa Italia Juara Euro 2021, Buah Pikiran Mancini dan Pengganti Catenccio
Bersamaan dengan itu, Insigne sukses membawa Italia U-21 menjadi finalis Euro U-21 di Israel, tandemnya saat itu, Jorginho.
Sebagai fans sejati dan bermain untuk Napoli, kedewasaanya juga terbentuk.
"Saya jauh lebih buruk dibanding Ultras," ketika Insigne ditanya mengenai fanatismenya akan Napoli.
Ketika Napoli kalah, tidak ada satupun yang membuatnya tersenyum.
"Ia terlalu pemarah ketika Napoli kalah, ia bisa benar-benar merusak susasana apapun jika Napoli kalah," ujar Gattuso, mantan pelatih Napoli.
Pendewasaannya terbentuk ketika ia menjadi Kapten tim, tidak ada lagi kekecewaan berlebih, hanya 100 persen untuk Italia dan Napoli.
Jangan heran jika Il Magnifico tidak tergantikan di Italia, bahkan Gareth Southgate mengubah formasinya untuk menghentikan Insigne.
Kyle Walker dan Kieran Trippier difungsikan untuk mematikan pergerakan Insigne, namun gagal, gol Italia yang berawal dari tendangan bebas, tidak lepas dari akslerasi sang pemain.