TRIBUNNEWS.COM - Pada 2004, striker kenamaan Italia, Sandro Tovalieri memanggil pemain berusia 9 tahun ke pinggir lapangan.
Memulai laga sebagai gelandang serang, Tovalieri meminta sang pemain berpindah posisi menjadi bek tengah.
Tovalieri sadar, permainannya sangat cerdas secara taktik, juga punya naluri pembacaan ruang, namun kemampuannya lebih cocok untuk bermain di posisi pemain bertahan.
Alessio Romagnoli, kemudian menempati posisi tersebut hingga kini di AC Milan.
Baca juga: Bursa transfer: Lautaro Martinez ke Tottenham, Liverpool kejar Lacazette & Bellerin menuju AC Milan
Baca juga: Soal Cuci Gudang Pemain Bintang, Fans Inter Milan Dukung Penuh Inzaghi, Kecam Keras Suning
Romagnoli adalah kutukan dan juga berkah bagi AC Milan.
Kualitiasnya disamakan dengan Franco Baresi, Paolo Maldini hingga Sinisa Mihaljovic.
Bahkan Mihaljovic memujinya sebagai salah satu bek dengan talenta terbaik dan mirip dengan Nesta.
“Dia (Romagnoli) mengingatkan saya pada (Alessandro) Nesta, tetapi mungkin memiliki kemampuan teknis lebih baik.”
Sebuah hal yang langka dalam sepakbola, ketika pemain mampu menggabungkan kemampuan teknis dengan kekuatan bertahan.
Maka perbandingannya dengan Nesta tentu bukan sesuatu yang aneh.
Perpindahan mahal dari AS Roma ke AC Milan,membuatnya memiliki beban berat untuk memenuhi ekspektasi.
Dan Romagnoli mampu memenuhi ekspektasi tersebut di lini belakang AC Milan sejauh ini.
Romagnoli sendiri menyebut Nesta sebagai salah satu model utamanya, yang menunjukkan kesadaran anak muda itu tentang serangkaian kualitas yang sebenarnya dia miliki bersama dengan legenda tersebut.
Tekel cermat adalah ciri khas dari Nesta, tetapi gerakan tekel saja tidak menunjukkan sejauh mana kemampuan pemain dalam mengeksekusinya.
Baca juga: AC Milan Tahan Imbang Real Madrid, Giroud Janjikan Hal Hebat di Liga Italia Musim Ini
Karena koordinasi dan kemampuan taktisnya, timing sliding Nesta jarang salah waktu dan sering kali memungkinkannya tidak hanya mengambil bola, tetapi juga bisa mengembalikan kembali secara efisien kepada rekan satu timnya.
Ini dimiliki juga oleh Romagnoli, kemampuan takelnya adalah salah satu yang cukup cermat, tetapi perbedaan terbesar antara Nesta dan Romagnoli adalah caranya membaca permainan.
Romagnoli membutuhkan banyak pengalaman untuk memiliki kemampuan tersebut, berkaca dari musim lalu, ini adalah masalah utamanya di AC Milan.
Dalam laga derby menghadapi Inter Milan, ia salah mengantisipasi pergerakan Lukaku yang membuat sang penyerang memiliki peluang emas di depan gawang.
Ini adalah salah satu kutukan dari pemain belakang yang memiliki teknik tinggi, celahnya dalam membaca permainan selalu menjadi masalah.
Nesta mengalaminya ketika di Lazio, namun pengalamannya selama di Milan membuat sang pemain punya kemampuan ini.
Romagnoli memang menjadi sasaran kritik di lini belakang AC Milan musim lalu.
Pembacaan permainannya kerap keliru dan memaksa Kjaer melakukan beberapa pelanggaran.
Selain itu ia Romagnoli dipertanyakan mengenai kualitasnya sebagai kapten tim, dengan banyaknya sosok yang lebih layak.
Tetapi, ada alasan mengapa Fikayo Tomori didatangkan Milan musim ini.
Tomori dianggap sangat pas menjadi tandem Romagnoli dan bisa menutup celah permainan sang Kapten berusia 26 tahun ini.
Romagnoli punya banyak waktu untuk menunjukkan kualitasnya di AC Milan musim ini, sekaligus menjadi legenda seperti Nesta di lini belakang.
Tetapi, Romagnoli tetap harus mengembangkan permainannya di AC Milan, karena jika tidak, Stefano Pioli yang membangun tim dari belakang, tentu tidak segan mencadangkan Romagnoli.
(Tribunnews.com/Gigih)