Skuad mereka untuk kualifikasi Piala Dunia melawan Bangladesh pada bulan Juni menampilkan pemain yang bermain di 14 negara yang berbeda, termasuk Swedia, India, Belanda, Australia, Bahrain dan Inggris.
Dua pemain mereka yang berbasis di Inggris, Noor Husin dan Maziar Kouhyar, keduanya berusia 24 tahun.
Lahir di Afghanistan tetapi masing-masing meninggalkan negara itu pada usia lima dan dua tahun karena keluarga mereka berusaha melarikan diri dari perang.
Mereka bermain di divisi keenam untuk Dartford dan Hereford.
"Ayah saya dilihat (oleh Taliban) sebagai kolaborator dan setiap keluarga saya, termasuk saya, terancam dieksekusi," kata Kouhyar kepada The Sun awal tahun ini.
"Kami memiliki kerabat yang sekarang bersembunyi."
Ada juga masalah sulit apakah Afghanistan harus bermain sama sekali.
Tetapi, itu tidak mengubah rasa nasionalisme mereka untuk bermain demi Negara.
“Kami selalu bermain untuk rakyat,” katanya.
Saat ini, Timnas Afghanistan telah berada di kamp pelatihan di Turki selama seminggu menjelang pertandingan, dan suasana di sana cukup santai.
Mereka telah berlatih keras, tetapi untuk sedikit mengurangi tekanan, ada juga kesenangan dan permainan.
Ada tekanan karena permainan ini mewakili rakyat Afghanistan, tetapi hampir semua tim tidak bermain di negara asal mereka, jadi sampai batas tertentu ini hanyalah pertemuan internasional yang normal.
“Itulah masalah Afghanistan saat ini. Kami tidak bersatu,” katanya.
“Dan itulah yang ingin kami tunjukkan kepada tim nasional, bahwa kami bisa bersatu.”
“Mimpi saya jauh lebih besar daripada menjadi pelatih tim nasional,” katanya.
“Mimpi saya adalah membuat orang-orang itu merasa bangga. Sehingga mereka memiliki sesuatu untuk dibicarakan.
Jadi mereka memiliki sesuatu untuk dibagikan kepada dunia.” tutup Anoush Dastgir.
(Tribunnews.com/Gigih)