News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembinaan Jadi Masalah Fundamental Penyebab Sepakbola Indonesia Minim Prestasi

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akmal Marhali

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Sepakbola sekaligus Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali menyoroti minimnya prestasi tim nasional Indonesia di kompetisi sepakbola kancah internasional. 

Terakhir kali timnas menjuarai SEA Games misalnya terjadi 20 tahun silam. Tepatnya saat timnas Indonesia menyabet gelar juara SEA Games yang berlangsung di Manila, Filipina, 4 Desember 1991. 

Sesudahnya prestasi-prestasi Indonesia di bidang sepakbola, khususnya di tingkat internasional, seakan redup. 

"Ukuran keberhasilan dalam olahraga tentu prestasi. Selama prestasi bola kita tidak berada di level yang membanggakan, kita bisa mengatakan bahwa sepakbola kita ini gagal," ucap Akmal saat berbincang dengan wartawan tribunnews.com di program Superball Live, Kamis (18/11/2021). 

Akmal mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang memadai. Dengan jumlah penduduk 271 juta, Indonesia harusnya bisa menghasilkan lebih banyak atlet sepakbola berkualitas dibanding negara-negara di Eropa. 

Namun, dari pengamatan Save Our Soccer, ada sejumlah persoalan mendasar yang membuat Indonesia tidak bisa hebat di bidang sepakbola.

"Permasalahannya memang adalah para pelaku dan pelaksana dari sepakbola Indonesia tidak punya kemauan kuat untuk menjadikan kita sebagai bangsa besar di sepakbola," kata Akmal.

"Apa yang selama ini dijalankan tidak bisa mencapai kepada ekspektasi yang diharapkan," imbuh dia. 

Satu faktor fundamental penyebab Indonesia kini minim prestasi di kancah internasional yakni proses pembinaan pesepakbola usia muda yang salah. 

"Saya melihat dari pembinaan, anak-anak usia muda kita itu sudah dieksploitasi. Mereka dari SSB, akademi, sudah dipaksa untuk juara-juara terus di setiap event yang diikuti," tutur dia.

Bahkan terkadang ada nilai-nilai yang tidak sportif yang ditanamkan pada pemain usia muda. 

Misal di kompetisi antar sekolah sepakbola (SSB), ada istilah cabut pemain yang bukan bagian dari klub tersebut.

"Praktik-praktik tidak sportif lain, misal curi umur, bahkan main dukun juga ada di sepakbola kita," kata Akmal.

Semua praktik tidak sportif ini, kata Akmal dilakukan demi meraih kemenangan.

"Yang dibangun pada perspektif pemain usia muda adalah mengejar kemenangan di setiap event yang diikuti. Ini kan problem," kata Akmal. 

Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Eropa. 

Di Eropa, para pesepakbola di usia muda itu diberikan konsep berlatih fun football. 

Mereka bermain dengan kesenangan, tapi teknik-teknik diperbaiki semuanya. 

"Jadi dari dasar teknik-teknik bermain sepakbola itu sudah diberikan. Misal di Italia, Spanyol, Inggris, Jerman, itu sudah dari usia muda diberikan teknik-teknik yang benar dalam bermain sepakbola," tutur Akmal.

Akmal mencontohkan, baru-baru ini Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong pusing melihat kontrol bola dan passing kurang akurat yang ditampilkan para pemain tim nasional.

"Shin Tae-yong saja pusing melihat bagaimana buruknya kontrol bola pemain kita, passing pemain kita di tim nasional. Ini kan problem yang datang karena pembinaan di usia muda kurang baik," jelas Akmal.

Akmal bahkan menyebut kompetisi sepakbola dengan jenjang usia sporadis. 

"Karena tidak diatur dengan baik, sehingga tidak menghasilkan output yang maksimal. Misalnya kategori usia, justru terjadi eksploitasi pada pemain," tutur dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini