Dan pemain akademi Arsenal, Emile Smith Rowe adalah jawabannya, ia mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Smith Rowe bisa bermain dengan cerdas saat dirinya berada dalam tekanan, pengambilan keputusannya dalam berlari dan kepekaan posisinya berada di level yang tinggi.
Tak hanya bermain di tengah, ia juga dapat dimainkan sebagai pemain sayap saat Arteta bermain dengan skema 4-4-2.
Meski bermain lebih melebar, pemain asal Inggris tersebut masih berperan sebagai playmaker, dengan mengatur serangan The Gunners di sepertiga akhir.
Visi bermain dan kreatifitas yang dimiliki sang pemain membuat ia tak kesulitan untuk beradaptasi dengan berbagai skema dan perain yang diberikan Arteta.
Dari efisiensi yang berhasil diciptakan di lini tengah memang mampu membuat serangan Arsenal Moncer, namun masalah terletak pada kemampuan finishing striker The Gunners.
Akumulatif xG sebanyak 14.8, dengan torehan 18 gol adalah catatan yang kurang apik untuk tim yang bertengger di papan atas.
Jika dibandingkan dengan tim big six, torehan gol The Gunners adalah yang paling sedikit. Rata-rata tim di papan atas telah mencetak 20 gol ke atas.
Ya, sorotan patut diberikan oleh dua juru gedor Arsenal, Aubameyang dan Lacazette.
Nama yang disebutkan pertama baru mencetak empat gol dari 14 pertandingan untuk The Gunners di Liga Inggris.
Lebih buruk lagi catatan Lacazette, ia baru menciptakan satu gol dari 11 pertandingan di Liga Inggris untuk Arsenal.
Jelas hal tersebut menjadi masalah untuk Arteta, moncernya lini tengah The Gunners harus dapat disokong juga dengan ketajaman lini depan jika mereka ingin bertahan di papan atas.
Untuk itu, nampaknya Arteta akan kembali memarkir Lacazette dan memasukkan Odegaard ke sebelas pemain utama.
Meski menorehkan hasil buruk, Odegaard adalah salah satu pemain yang penampilannya cukup konsisten.