TRIBUNNEWS.COM - Haruna Soemitro yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat pecinta sepak bola ternyata tak hanya mengomentari soal Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia saja.
Salah satu anggota Exco PSSI tersebut juga ramai diperbincangkan lantaran bicara soal pengaturan skor dan judi bola di tanah air.
Dalam pernyataan yang beredar, Haruna Soemitro menyebut bahwa PSSI tidak boleh terbawa arus soal penanganan match fixing alias pengaturan skor.
Eks manajer Madura United itu menganggap praktek pengaturan skor bukanlah sesuatu yang harus langsung diberantas.
Hal ini lantaran kasus pengaturan skor sebaiknya dilihat secara proporsional benar atau tidaknya baru ditindaklanjuti alias diberantas.
Baca juga: Drama Baru Polemik Haruna Soemitro, Dukungan Suporter Indonesia Mengalir ke Shin Tae-yong
Baca juga: Polemik #HarunaOut, Ketua Komisi X DPR : Sudah saatnya Paradigma Pembinaan Instan Berubah
Ketika bicara soal judi bola, Haruna Soemitro merasa Indonesia memang punya potensi luar biasa dijadikan sebagai arena permainan para bandar internasional.
Hal ini mengingat tingginya animo masyarakat Indonesia terhadap olahraga sepak bola.
Bahkan, ia berani menyebut bahwa judi bola tanah air memiliki ozmet yang sangat fantastis mencapai milliaran rupiah.
Baca juga: Buah Doktrin Seniornya, Haruna Soemitro Ungkap Dasar Kritik Timnas Indonesia Asuhan Shin Tae-yong
Berbagai pernyataan Haruna Soemitro tersebut tentu menarik untuk ditelisik lebih dalam.
Hal ini mengingat isu pengaturan skor dan judi bola seakan menjadi hal yang sulit diberantas dalam olahraga sepak bola.
Masalah itupun sempat disoroti oleh Akmal Marhali yang menjabat sebagai Koordinator Save Our Soccer (SOS).
Akmal Marhali mengaku pernah mencoba mendalami alasan pemberantasan pengaturan skor sepak bola itu terasa sulit termasuk di tanah air.
Hal itu dibuktikan pergantian berbagai tipe ketua umum federasi belum bisa menghilangkan sepenuhnya praktik kotor tersebut.
"Praktik pengaturan skor ini dari lima ketua umum PSSI yang berbeda terus terjadi," ujar Akmal Marhali beberapa waktu lalu kepada Tribunnews.
"Dari sejak Pak Nurdin Halid, Johar Arifin, La Nyala, Edi Rahmayadi sampai sekarang di era Pak Mochamad Iriawan yang merupakan mantan Kapolda Metro dan Kapolda Jabar, yang juga jenderal bintang tiga di kepolisian," kata Akmal kepada Tribunnews.com, Kamis (18/11/2021).
"Artinya dari lima karakter ketua PSSI yang berbeda-beda ini, belum ditemukan rumusan kuat mengatasi masalah fundamental sepakbola kita soal pengaturan skor," imbuh dia.
Baca juga: Profil Haruna Soemitro, Exco PSSI yang Kritik Shin Tae-yong, Sulap Madura United Bertabur Bintang
Lebih lanjut, Akmal Marhali juga menyoroti potensi adanya oknum tak bertanggung jawab yang membuka akses sehingga para bandar judi internasional bisa berkeliaran di tanah air.
Hal itu ia pertegas sejak pendanaan klub dari APBD ditutup pada tahun 2011 silam oleh pemerintah.
Perlu diketahui bahwa Permendagri yang dirilis pemerintah pada tahun tersebut melarang klub profesional untuk menggunakan dana APBD, agar kompetisi sepakbola terhindar dari unsur politis.
Akmal Marhali pun menyoroti hal tersebut menjadi awal dari potensi masuknya para bandar judi internasional ke tanah air.
"Ketika kemudian hilang akal ketika 2011 APBD ditutup, masuklah kemudian bandar-bandar judi dari luar yang menurut saya difasilitasi oleh kita semua," kata Akmal.
"Tidak mungkin orang bisa masuk ke rumah kita kalau kita tidak buka pintu."
"Artinya ada pihak-pihak yang membukakan pintu untuk bandar judi ilegal dari luar negeri ini masuk," sambung dia.
Tanggapan menarik yang disampaikan Akmal Marhali pun seakan mengisyaratkan bahwa tidak mudah untuk memberantas masalah pengaturan skor sepak bola nasional.
Hal ini mengingat butuh sinergisitas dari banyak komponen untuk membersihkan sepak bola nasional dari praktik kotor tersebut.
Lalu, hal yang disampaikan Haruna Soemitro soal pengaturan skor dan judi internasional seakan membuka tabir bahwa pihaknya perlu langkah tegas untuk memberantas hal tersebut.
Alhasil sekecil apapun dugaan pengaturan skor seharusnya bisa ditindaklanjuti dengan pemberantasan yang baik agar ekosistem sepak bola nasional bisa terjaga.
(Tribunnews.com/Dwi Setiawan/Lusius Genik)