TRIBUNNEWS.COM - Salah satu anggota Exco PSSI, Haruna Soemitro baru-baru ini memberi pernyataan kontroversial terkait kinerja Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia.
Ia beranggapan bahwa hasil adalah yang paling utama dalam sepak bola dengan mengesampingkan sebuah proses di dalamnya.
Tak hanya itu, ia juga mengkritik gaya permainan Timnas Indonesia bersama Shin Tae-yong lebih mengandalkan direct alias umpan lambung ke depan.
Dua pernyataan Haruna Soemitro tersebut dapat dibilang aneh dan begitu berlawanan dengan fakta yang ada.
Masyarakat Indonesia sangat percaya dengan sebuah proses, itu dapat dilihat dari komentar-komentar positif yang mengiringi langkah Shin Tae-yong mengantar Timnas Indonesia meraih hasil runner up di Piala AFF 2020.
Baca juga: Iwan Bule Pastikan Komunikasi PSSI dengan Shin Tae-yong Baik-baik Saja
Baca juga: PSSI Buka Peluang Tambah Masa Bakti Shin Tae-yong, Syaratnya Prestasi Timnas Indonesia Mengkilap
Apalagi komentar dia yang menyoal gaya bermain Shin Tae-yong, juru taktik asal Korea Selatan itu justru mengutamakan permainan kolektivitas serta mengusuh sepakbola modern dengan mengadaptasi skema pelatih sekaliber Pep Guardiola di Manchester City.
Ya, sudah bekerja selama hampir dua tahun, Shin Tae-yong mampu memberi sentuhan magis pada permainan Timnas Indonesia.
Dari berbagai partai yang sudah ia jalani bersama Timnas Garuda, Shin Tae-yong bermain mengandalkan kolektivitas para pemain.
Pria asal Korea Selatan itu bermain dengan skema dasar 4-1-4-1. Saat menyerang, Shin Tae-yong memakai skema 3-2-4-1 atau 3-2-5. Skema tersebut begitu mirip dengan pelatih Manchester City, Pep Guardiola.
Tae-yong berusaha menumpuk pemain Indonesia di tengah, dengan menarik salah satu full back untuk bermain lebih ke dalam.
Saat Indonesia membangun serangan, full back Timnas Garuda akan naik ke tengah untuk berdiri sejajar bersama gelandang bertahan Timnas Indonesia.
Dalam skema tersebut, dengan kontrol bola dan teknik yang dimiliki pemain full back, ia dapat membuat lini tengah Garuda lebih kuat dan variatif.
Pergerakan full back ke tengah juga membuat Indonesia unggul jumlah pemain di tengah pada fase awal serangan.
Dengan begitu, dua gelandang Timnas Indonesia bisa naik ke area yang tinggi untuk fokus melakukan serangan.
Sang full back dan satu gelandang bertahan mengisi lini tengah untuk membangun serangan dari bawah.
Di sini, Tae-yong mencari peran gelandang serang atau striker yang memiliki kualitas passing dan kemampuan finishing yang handal.
Sang pemain dibutuhkan di fase akhir serangan Timnas memanfaatkan atribusinya dalam mengirim umpan dan menciptakan peluang berbahaya.
Dengan sistem Tae-yong tersebut, Timnas Garuda mampu menguasai jalannya pertandingan dari menit awal hingga akhir.
Keunggulan jumlah pemain timnas di lini tengah membuat para pemain Indonesia dapat leluasa mengurung pertahanan lawan.
Ditambah, semua striker Timnas Indonesia merupakan pemain yang memiliki kecepatan dan kreatif yang ditopang oleh para gelandang pekerja keras.
Umpan jauh dan terobosan digunakan semaksimal mungkin dalam mengubah arah serangan memanfaatkan kecepatan para pemain depan untuk menciptakan peluang dengan ruang kosong yang dimiliki.
Di sini Tae-yong meninggalkan peran striker murni yang identik dengan postur jangkung, permainan fisik, dan sundulan yang mematikan menjadi permainan cepat yang energik, kreatif, dan efisien.
Bahkan di gelaran Piala AFF 2020 kemarin, ia hampir selalu menerapkan gaya permainan yang berbeda untuk mengecoh tim analisis lawan.
Kadang dia bermain kolektiv kadang juga ia memilih untuk bermain pragmatis, taktik bunglonnya tersebut terbukti ampuh hingga membawa Timnas Indonesia menuju partai puncak dengan skuat muda.
Misi Shin Tae-yong bersama pemain muda
Skuat yang dipilih Shin Tae-yong selalu berisikan kombinasi talenta-talenta muda yang berprospek cerah seperti Gunansar Mandowen, Kadek Agung Widnyana, dan Pratama Arhan.
Mayoritas pemain muda yang menghuni skuad senior saat ini pun sudah cukup memiliki pengalaman, seperti Witan Sulaeman, Egy Maulana Vikri, Asnawi Mangkualam, dan Syahrian Abimanyu.
Sedangkan di pemain senior Tae-yong membawa pemain seperti Evan Dimas, Vigtor Igbonefo, dan Kushedya Hari Yudo.
Dari situ sudah jelas, Tae-yong memiliki misi jangka panjang bersama Timnas Indonesia, pemain uda yang ia kombinasikan bersama pemain senior akan membuat mereka lebih matang.
Kesempatan bermain yang ia berikan kepada pemain muda juga memberikan kepercayaan diri dan mental yang lebih kuat.
Patut ditunggu bagaimana perjalanan panjang Tae-yong dalam misinya membangkitkan Timnas Garuda yang telah lama mati suri.
Belajar dari kesabaran Vietnam, pelatih sekaliber Park Hang-seo saja harus terseok-seok ketika pertama kali memegang kendali timnas Vietnam.
Ketika dia pertama ditunjuk oleh Vietnam Football Federation (VFF) pada tahun 2017, Hang-seo sempat mendapat kritikan dan cercaan dari para fans sepak bola di sana.
Kritik pun semakin banyak setelah pada pertandingan pertama Hang-seo, Vietnam hanya mampu bermain imbang 0-0 melawan Afghanistan pada kualifikasi Piala Asia 2019.
Namun setelah Vietnam tampil impresif pada Piala Asia U-23 2018 di China, Timnas Vietnam berubah menjadi tim yang kuat dan sulit dikalahkan.
Kualitasnya bahkan hampir menyamai UAE yang beberapa kali kesulitan melawan Vietnam.
Sekarang, Vietnam memang berhasil menjadi raksasa asia tenggara bersama Timnas Thailand.
Jika Tae-yong mendapatkan waktu yang cukup serta dukungan yang memadai dari PSSI.
Bukan tak mungkin pelatih timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 itu bisa mengantarkan Indonesia ke level tertinggi dan meraih kejayaan.
(Tribunnews.com/Deivor)