Ronaldo lebih dimaksimalkan menjadi seorang pendribel handal yang sering merepotkan pertahanan lawan lewat kecepatan dan skill olah bolanya.
Namun, alih-alih dipuja karna sering pamer skill, ia justru mendapat hujatan dari rekan setimnya saat itu, Mikael Silvestre.
"Ia (Ronaldo) bermain berlebihan dan membuat keputusan yang keliru. Ia lebih sering asik sendiri dengan bola," kata Silvestre dilansir Manchester Evening News.
"butuh beberapa waktu dan banyak teriakan dari pelatih dan rekan satu timnya agar ia tetap sederhana dan menghormati permainan," lanjutnya.
Seperti yang dikatakan Silvestre, CR7 muda membutuhkan banyak teriakan dan masukkan dari pelatih, Alex Ferguson pun dengan sabar mendidik Ronaldo hingga membuat cara bermainnya lebih efektif.
Dan benar saja, Ronaldo tumbuh di Manchester United sebagai tukang dribel yang juga memiliki intuisi menyerang yang mentereng.
Bermain sebagai winger, ia sukses mencetak 118 gol dari 287 pertandingan bersama Setan Merah di bawah nahkoda Ferguson.
Baru, ketika hijrah ke Real Madrid, Ronaldo lebih sering difokuskan sebagai pencetak gol utama.
Ronaldo menjadi mesin pencetak gol yang menembak di seluruh area lini depan. Tak peduli kiri, kanan, atau tengah, Ronaldo tampil bertaji.
Musim perdananya di La Liga Spanyol (2009/2010), ia sukses menorehkan 26 gol. Menghitung di seluruh kompetisi, Ronaldo membuat publik Santiago Bernabeu takjub dengan lesatan 33 gol.
Lalu, kedatangan Jose Mourinho di Real Madrid mengubah peran yang diemban Ronaldo.
The Special One membentuknya sebagai penyerang kiri yang memiliki kebebasan untuk bermain dalam dan menyisir area sayap.
Apakah jumlah gol Ronaldo berkurang? tentu saja tidak.
Di era kepelatihan Mourinho, CR7 sukses menyumbangkan 168 gol dari 164 pertandingan. Torehan yang tak masuk akal sebagai pemain sayap.