Sayangnya, blunder konyol yang dilakukan Karius di partai tersebut membuat Liverpool harus menyerahkan trofi Si Kuping Besar ke tangan Los Blancos.
Namun, bukan Klopp namanya jika ia tak belajar dari kekalahan. Di musim selanjutnya, The Reds sukses dibawanya tampil superior di Liga Champions hingga kembali melangkah ke babak final.
Tottenham Hotspur yang menjadi lawan dibuat tak berdaya, tim asuhan Pochettino berhasil Klopp kalahkan dengan skor meyakinkan 2-0 lewat sumbangan gol Mo Salah dan Divock Origi.
Dan raihan manis terakhir yang sukses Klopp berikan untuk Liverpool terjadi pada musim 2019/2020.
Liverpool menjalani musim paling luar biasa di liga dengananya mengalami jumlah kekalahan yang dapat dihitung jari.
Mereka juga meninggalkan City di urutan kedua dengan selisih poin dua digit yang begitu jauh dan mustahil dikejar bahkan saat kompetisi masih menyisakan tujuh laga sisa.
Gelar Liga Primer Inggris pun berhasil mereka bawa pulang setelah 30 tahun lamanya tak masuk lemari prestasi di Anfield.
"Dia (Jurgen Klopp) akan dikenang selamanya oleh fans di Anfield, Klopp adalah orang yang harus dihormati berkat jasa-jasanya untuk Liverpool," Kata Gerrard, legenda hidup Liverpool dilansir ESPN.
Berhasil mencatatkan hasil istimewa untuk The Reds tak membuat eks pelatih Brussia Dortmund itu jumawa.
Dalam sebuah konferensi Pers, Klopp menyebut dirinya adalah The Normal One, dia tak merasa menjadi orang yang spesial walaupun telah memberi gelar bergengsi untuk Liverpool.
Permainan high pressing, gegenpressing, dan direct pass dipertontonkan oleh skuat juru taktik asal Jerman itu.
Ya, 'Rock and Roll football' yang diusung Jurgen Klopp dengan 3 skema tersebut mampu membuat Liverpool tampil mempesona musim ini juga musim-musim sebelumnya.
Salah satu yang paling mencolok adalah bagaimana Klopp menerapkan permainan gegenpressing untuk Liverpool.
"Gegenpressing adalah soal ketepatan dan kecepatan, kami memberi waktu 5 detik untuk pemain dapat merebut bola kembali setelah kehilangannya," kata Klopp dilansir HaytersTV.