News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Liga 1

Ketiban Rezeki BRI Liga 1 di Bali, Cerita Widi Bangkit Kembali Berkat 'Diplomasi' Nasi Gurih

Penulis: Muhammad Nursina Rasyidin
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ni Made Widiasih, pemilik caterig Nasi Gurih 52 mengantarkan makanan pesanan panitia pelaksana BRI Liga 1 ke Stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

TRIBUNNEWS.COM - Gelaran BRI Liga 1 di Bali tak hanya menjadi berkah bagi dunia sepakbola Tanah Air.

Namun juga bagi sejumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Adanya BRI Liga 1 di Bali memberikan rezeki lebih bahkan dari jalan yang tak disangka-sangka.

Satu di antara yang ketiban rezeki itu adalah Made Widiasih (40), pemilik warung makan dan katering Nasi Gurih 52.

Widi, begitu karib disapa, semula menggantungkan hidup pada sebuah ruko sembako yang berada di kontrakannya.

Sementara sang suami, I Wayan Sudiyana (53) bekerja sebagai supir travel yang bergerak di sektor pariwisata.

Sayangnya, semua yang dilakukan Widi dan Wayan runtuh dalam sekejap karena pandemi Covid-19 yang mulai mewabah sejak April 2020.

Perekonomiannya anjlok, pemasukan menurun. Padahal mereka harus menghidupi empat anak yang masih sekolah.

Hal itu membuat Ni Widi dan Bli Wayan berpikir, bagaimana bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Satu persatu perabotan rumah tangga dan barang yang ada di ruko seperti yang disebutkan di atas dijual.

"Kita mulai jual printer, AC, mesin cuci, hingga tabung gas. Yang awalnya hanya 25 tabung menjadi 5 tabung karena paling mudah untuk dijual," kata Widi kepada Tribunnews, Jumat (25/2/2022).

Bahkan sepeda motor yang menjadi alat transportasi juga tak luput dari pandangan untuk bisa diuangkan agar memenuhi kebutuhan.

Kondisi kian pun sulit. Apalagi pada 31 Agustus 2020, Wayan harus masuk rumah sakit karena terpapar Covid-19.

Mau tidak mau Widi menemani sang suami karena masuk daftar tracing.

Widi diperbolehkan pulang setelah empat hari di rumah sakit dengan menjalani isolasi, sedangkaan sang suami harus menjalani perawatan sampai satu minggu sebelum akhirnya diperbolehkan pulang.

Akibatnya, warung sembako yang mereka miliki di kontrakan benar-benar tutup.

Kontrakan yang mereka tempati juga semakin berkurang penghuninya karena banyak yang memutuskan untuk pulang kampung.

Dari yang semula 40 kamar terisi penuh, kini hanya setengah yang bertahan di kontrakan.

Tekanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya sekolah anak-anak pun harus mereka penuhi.

Widi dan Wayan tak henti berpikir bagaimana caranya agar mereka bisa mendapat pemasukan.

Suatu hari, ada tetangga di kontrakan yang meminta bantuan Widi untuk menjualkan nasi kuning buatannya di Facebook.

Hal ini dilakukan Widi karena pernah melakukan hal serupa ketika menjual perabotan rumah.

Sayangnya, tidak ada yang merespons postingan nasi kuning di Facebook setelah satu bulan setelah diunggah.

Mereka pun berdiskusi. Sang tetangga memberikan saran agar Widi mencoba berjualan makanan lantaran tahu, Widi biasa berjualan.

"Kenapa tidak tante saja yang jualan (makanan), kan tante bisa berjualan," kata Widi.

Dari situlah Widi dan Wayan mencoba jualan makanan pada November 2020.

Warung 'Nasi Gurih 52' jualan Ni Widi dengan menggunakan rombong (gerobak dorong) di emperan kaki lima. (Dokumentasi Pribadi Ni Made Widiasih)

Awal Jual Makanan

Modal menjadi kendala utama dan pertama Widi-Wayan saat berjualan makanan.

Namun dengan tekad dan keyakinan yang dijalani, keputusan untuk melangkah mereka hadapi.

Caranya dengan menggunakan sistem Pre-order (PO).

Ditambah dengan adanya dukungan teman-teman gereja dan relasi yang mereka miliki.

Pelan tapi pasti, dua minggu berjalan dengan sistem PO, Widi dan Wayan berani menjajakan dagangannya yang bernama Nasi Gurih 52 menggunakan rombong (gerobak dorong).

Hasil berjualan nasi gurih mulai dituai satu bulan setelahnya. Penghasilan ini cukup untuk membeli kebutuhan sehari hari dan membuat mereka bertahan.

"Satu bulan saya jualan sudah lumayan, setengah hari sudah habis 15 kg beras, dari sana kita bangkit pelan-pelan," kata Widi.

Dari tempat kecil yang berada di emperan itulah, Widi bertemu dengan seorang panpel BRI Liga 1 yang merupakan pelanggan tetapnya.

"Saya ketemu dengan panitia pelaksana (panpel) BRI Liga 1 karena dia langganan saya, hampir setiap hari dia mampir di warung kami," ungkap Widi.

Kemudian ia ditawari untuk menyuplai makanan dalam gelaran BRI Liga 1 di Bali pada Oktober 2021.

Ia sempat ragu lantaran belum memiliki pengalaman menjadi penyuplai makanan pada event besar.

Namun dengan motto yang kuat sebagai pebisnis, ia memberanikan diri untuk mengambil langkah itu.

"Di dunia bisnis kalau kita tidak mencoba kita tidak akan tahu, lalu saya mengobrolkan dengan suami, tidak ada kata tidak kalau kita di bisnis."

"Jawabannya hanya dua, berhasil atau tidak berhasil, tergantung kitanya bagaimana. Akhirnya saya dengan suami ambil kesempatan itu," jelas Widi dengan semangat.

Cobaan Widi dan Wayan

Sebelum penawaran panpel BRI Liga 1 dan memulai langkah baru tersebut, Widi dan keluarga sempat mendapat cobaan.

Wayan mengidap diabetes (sakit gula). Tangannya bahkan hampir diamputasi karena penyakit tersebut.

Keuangan pasangan ini goyah karena Wayan harus ke dokter spesialis sebanyak satu kali dalam seminggu.

Widi juga bercerita masih memiliki utang saat usahanya bangkrut beberapa tahun lalu.

Suaminya bahkan sempat menderita stroke hingga pinjaman yang belum terbayarkan.

Bak jatuh tertimpa tangga, Widi juga masuk dalam kategori Bukti Hitam dengan BRI lantaran belum bisa mengembalikan pinjaman dalam waktu yang cukup lama.

Di sisi lain, mereka diapresiasi pihak bank karena tidak lari dari tanggung jawab.

"Saya dan suami berprinsip, seburuk apapun keadaan kita, kita jangan lari dari tanggung jawab, karena itu akan mencerminkan masa depan kita. Masalah harus dihadapi, bukan dihindari," celetuknya.

Setiap kali dihubungi pihak BRI, Widi selalu merespons. Alamat tempat tinggal tidak berubah, dan kooperatif memberikan keterangan bagaimana kondisinya saat itu.

Menurutnya, hanya masalah waktu untuk bisa melunasi pinjaman tersebut. Karena hal tersebut ia tak lagi bisa mengajukan pinjaman.

Widi mengambil langkah lain. Ia coba meminjam modal dari teman terdekat bahkan pinjaman harian yang bunganya cukup besar.

"Mau tidak mau saya harus lewati dan jalani," tutur Ni Widi.

Dua bulan setelah penawaran dari panpel BRI Liga 1, keluarga Ni Widi kembali mendapat cobaan.

Tempat yang biasa dipakai berjualan tidak lagi bisa digunakan karena disewa oleh perusahaan yang lebih besar.

Mereka pun harus pindah tempat dan mempengaruhi omset penjualan sehari-hari.

Nasi yang biasanya terjual 20 kg dalam waktu setengah hari turun sekitar 50 persen lebih.

Omzet yang bisa didapat sekitar Rp 2 juta per hari menjadi Rp 800 ribu, terkadang tidak sampai.

Cobaan ini membuat keuangan keluarga Widi kembali anjlok.

Mereka kesulitan memutar uang untuk dijadikan modal.

Begitu juga untuk membayar kos-kosan Rp 1,5 juta per bulan sebab pengeluaran dengan pendapatan tidak seimbang.

Termasuk ketika akan menjadi penyuplai makanan untuk acara BRI Liga 1, ia harus mencari pinjaman agar bisa memenuhi modal, seperti membeli bahan baku dan peralatan masak.

"Ketika menerima kesempatan itu kita tidak punya modal, saya ga malu bilangnya, kan tidak sedikit modalnya."

"Bayangin 400 kotak, harga ayam 40 ribu, minyak 40 ribu, modal awalnya itu hampir 5 juta. Bayangin saya cari uang 5 juta dari mana?," cerita Widi.

"Itu cobaan lagi, saya cari bantuan ke teman-teman, ke saudara, kadang sepele, ternyata ketika dijalani banyak 'ini itunya'."

"Pokoknya saya sama suami maju terus, apapun harus kita hadapi karena kita sudah mengambil keputusan, kita maju bersama suami dan anak-anak," jelasnya.

"Mau tidak mau kita harus beli peralatan karena dalam jumlah banyak dan besar, itu yang tidak kepikiran oleh saya."

"Modal awal Rp 5 juta yang saya pinjam itu untuk membeli bahan-bahan ternyata dalam porsi yang besar butuh peralatan yang lebih."

"Awalnya saya punya 4 tungku, sekarang sudah 8. Alat kita beli, dari bujet Rp 5 juta membengkak sampai Rp 8 juta, itu kita minjam lagi untuk modal beli panci, penggorengan, dan lainnya," sambungnya.

Widi membagi pekerjaan agar semuanya bisa teratasi. Dagangan untuk warung yang buka setiap hari dan suplai makanan untuk panpel BRI Liga 1.

Selain suami yang setia mendampingi, anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa pun turut membantu sekedar untuk membuka dan menjaga warung.

Adanya orderan dari panpel BRI Liga 1 membuat Ni Widi kewalahan.

Orang yang tersedia dalam proses menyiapkan dan memasak ternyata tidak cukup.

Dia dibantu oleh tetangganya yang berjumlah tiga orang untuk mempersiapkan segala kebutuhan yang hendak dipenuhi.

Makanan dari catering Nasi Gurih 52 milik Ni Made Widiasih di Stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

Perekonomian Ni Widi Mulai Stabil & Tetangga yang Terbantu

Warung Nasi Gurih 52 milik Widi dan Wayan menyuplai makanan untuk panpel BRI Liga 1, baik yang di Stadion Kompyang Sujana dan Stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

Orderan pun cukup banyak, yaitu 100 pack untuk satu pertandingan di Stadion Kompyang Sujana dan 150 pack untuk pertandingan di Stadion I Gusti Ngurah Rai.

Jumlah pesanan akan meningkat apabila ada tiga pertandingan dalam satu hari dari kedua venue yang digunakan BRI Liga 1 tersebut. Jumlahnya mencapai 400 boks makanan.

Waktu jelas menjadi pertimbangan agar bisa on time memberikan pesanan panpel, begitu juga tenaga yang membantu Widi menyiapkan segala kebutuhan.

Ada empat orang yang membantu Widi selama ini. Mereka adalah tetangga yang berada di sekitar kontrakan.

Satu di antara mereka, kata Widi, ada yang tengah menghadapi masalah perekonomian yang berujung pada nasib anak-anaknya.

Sang anak ada yang tidak bisa melanjutkan SD. Termasuk anak yang berada di pesantren harus pulang karena kesulitan dana.

"Ada tetangga yang bantu saya anaknya sampai putus sekolah, yang SD tidak bisa ngelanjutin, yang di pesantren sampai pulang, sama anak SMP tidak bisa ngelanjutin."

"Anak dia juga yang membantu saya masak dan banyak dampak untuk dia," ucap Widi.

Widi mengatakan, tetangga yang membantu mempersiapkan pesanan juga bisa mengambil makanan tanpa mengurangi porsi yang sudah dipesan maupun untuk jualan di warung.

Ia punya prinsip lebih baik lebih daripada kurang. Karena dengan berlebih, ia bisa membagikannya.

"Untuk makan tidak perlu khawatir, kan bisa ambil dari masakan katering kita, bahkan di kos-kosan. Kenapa? Karena lebih."

"Saya punya prinsip, 'lebih baik lebih daripada kurang'. Kalau kita lebih bisa kita bagi-bagi jadi berkah, saya bagikan ke temen-teman kos, dampaknya tidak hanya untuk saya saja, tapi satu kos-kosan bisa menikmati," jelasnya.

"Itu dampak yang kami rasakan dari BRI Liga 1 ini, sangat luar biasa," tambahnya.

Widi merasa sangat beruntung bisa mendapatkan orderan dari panpel Liga 1.

Selain menambah omzet penjualan dan membayar cicilan utang, juga karena panpel melakukan pembayaran setelah pengantaran pemesanan, baik secara cash maupun transfer bank.

Hal itu memudahkan dirinya memutar uang untuk modal hari berikutnya. Begitu juga untuk membayar para tetangga yang membantunya.

"Untung BRI Liga 1 di Bali, sangat-sangat membantu perekonomian kami di sini. Pembayarannya cash, ada juga transfer, tidak ada keterlambatan, jadi kita bisa mutar uang untuk modal lagi."

"Ibarat kata kita bisa ambil bahan dulu, dengan ini untuk bayar kos, bayar utang-piutang bisa terpenuhi karena orderan BRI Liga 1 ini," beber Ni Widi.

"Sejak adanya BRI Liga 1 saya bisa ambil dua kamar. Kami tidak pernah terlambat bayar kontrakan, bahkan punya saldo pembayaran dengan pemilik kos karena setiap minggu saya titip Rp 1 juta sampai melebihi tunggakan kita."

"Dari yang awalnya kita minus, nunggak kini memiliki saldo untuk ke depannya," katanya.

Adanya BRI Liga 1 di Bali juga turut dirasakan Jamiah (32), tetangga yang turut membantu Widi. Ia bersyukur sebab bisa memperoleh pemasukan untuk membayar kebutuhan sehari-hari.

"Saya ikut Ni Widi sejak mulai awal Januari, sebelumnya saya kerja sebagai pembantu rumah tangga. Alhamdulillah sejak ada liga berkecukupan untuk bayar utang, pengeluaran setiap hari juga bisa tertutup," ungkap Jamiah.

Perihal pembayaran tersebut dibenarkan oleh Senior Manajer Bisnis Marketing, Broadcast dan Digital Liga Indonesia Baru (LIB), Ali Reza.

"Kalo panpel kita lepaskan untuk kerjasama dengan pihak manapun yang bisa membantu kinerja panpel, termasuk pecalang-pecalang yang membantu pihak keamanan dari masyarakat lokal," kata Reza saat dihubungi Tribunnews pada Sabtu (26/2/2022).

Ni Made Widiasih, pemilik caterig Nasi Gurih 52 mengantarkan makanan pesanan panitia pelaksana BRI Liga 1 ke Stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

Cafe Bali United

Pertumbuhan perekonomian juga dirasakan oleh Bali United Cafe yang turut menyuplai makanan atau konsumsi untuk panpel BRI Liga 1 di Stadion Kapten I Wayan Dipta.

Untuk diketahui, kafe yang berada di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali ini sebelumnya tutup sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Sebanyak 15 karyawan yang bekerja di Bali United Cafe bahkan harus dirumahkan karena tidak adanya kegiatan dan aktivitas di venue pertandingan.

"Kafe tutup sejak akhir bulan April 2020, tidak ada kegiatan dan aktivitas penjualan di cafe, karyawan beberapa kita berhentikan sementara," kata Supervisor Bali United Cafe, Daniel Rinekso saat diubungi Tribunnews pada Minggu (27/2/2022).

Kafe akhirnya mulai dibuka pada 27 Desember 2021 serta 13 dari 15 karyawan kembali bekerja di kafe.

"Saat buka kemarin kita panggil lagi, sekarang ada 13 orang yang bekerja ketika cafe mulai buka pada 27 Desember 2021," sambungnya.

Hal itu menyusul antusiasnya masyarakat untuk datang menikmati pertandingan sambil nongkrong dan ngopi dari cafe yang menatap langsung ke arah lapangan di dalam stadion.

Bahkan sempat ada pendukung dari Persela yang hadir menyaksikan pertandingan dari cafe dalam pantauan Tribunnews ketika itu.

Potret pendukung Persela Lamongan yang menyaksikan pertandingan melawan Persipura Jayapura dari Cafe Bali United, Kamis (6/1/2022) sore. Laga Persipura Jayapura vs Persela Lamongan berakhir imbang dengan skor 1-1 berkat gol yang dicetak Jose Wilkson (61') dan Ricky Cawor (90'). Kondisi sebelum lonjakan Covid-19 dan PPKM di Bali diperketat. Tribunnews/Muhammad Nursina (TRIBUNNEWS.COM/Muhammadnursina)

Momen itu terjadi ketika di awal seri 4 BRI Liga 1 sebelum kasus omicron meningkat dan masih hangatnya desas-desus penonton hadir di stadion.

Namun untuk saat ini, karena mematuhi aturan pemerintah dan protokol kesehatan yang diterapkan, kafe hanya buka saat tidak ada pertandingan dan akan ditutupi kain saat ada pertandingan berlangsung.

"Antusias bagus untuk yang hadir di cafe, cuman kita mematuhi aturan dari keamanan setempat karena BRI Liga 1 ini belum boleh ada penonton, baik di tribun maupun di kafenya."

"Jadi cafe ditutup dengan kain, tetapi masih buka, menyediakan konsumsi untuk mereka yang mau makan minum dan ngopi," jelas Daniel.

Untuk saat ini, Bali United Cafe menyediakan sekitar 170 pack per pertandingan, tapi jika ada dua pertandingan tinggal dikalikan dua.

Yang jelas, dengan adanya BRI Liga 1 di Bali, juga turut meningkatkan omzet Bali United Cafe, selain dengan adanya pengunjung yang berdatangan, termasuk juga orderan konsumsi untuk panpel.

"Sangat mempengaruhi omzet kami, dari awal sejak Liga 1 ada, memang kami (Bali United Cafe) dipercaya untuk menyuplai konsumsi panpel," bebernya.

Daniel berharap gelaran BRI Liga 1 yang akan memasuki seri kelima pada Maret mendatang bisa dihadiri penonton.

Hal itu akan berdampak pada pemasukan untuk pelaku usaha dan masyarakat sekitar, menurut Daniel.

"Sebenarnya saya inginnya ada penonton, hanya untuk saat ini kita taat dengan peraturan dulu, omicron lagi tinggi. Kalau ada penonton lumayan soalnya, ada tiketing kan membantu, dan biasanya dari tiket itu ada paket makanannya, sangat membantu penonton kalo mau nonton sambil makan dan ngopi, lain kan suasananya," sambung Daniel.

Terkait sejumlah kerjasama dengan beberapa pihak, salah satunya dengan pelaku UMKM untuk menyediakan makanan, dibenarkan oleh Senior Manajer Bisnis Marketing, Broadcast dan Digital Liga Indonesia Baru (LIB), Ali Reza.

"Kalo panpel kita lepaskan untuk kerjasama dengan pihak manapun yang bisa membantu kinerja panpel, termasuk pecalang-pecalang yang membantu pihak keamanan dari masyarakat lokal," kata Reza saat dihubungi Tribunnews pada Sabtu (26/2/2022).

Harapan

Dampak positif dengan adanya BRI Liga 1 di Bali disambut dengan baik oleh Biro Pengadaan Barang Jasa (PBJ) dan Persekonomian Bali, Adiarsa Ketut.

Bali, kata Adiarsa, menjadi povinsi paling terdampak dengan kasus Covid-19. Perekonomian daerah turun drastis karena sektor pariwisata yang selama ini jadi andalan tidak lagi bisa berjalan.

Seperti diketahui, Bali bergantung dengan sektor pariwisata yang memiliki efek domino bagi banyak aspek perekonomian rakyat, pelaku usaha, hingga pebisnis.

"Pelaksanaan BRI Liga 1 berdampak positif dari sisi perekonomian, misalnya bila dikaitkan dengan pemulihan aktivitas di hotel."

"Ini bisa berdampak pada perekonomian di Bali yang bergantung dari sektor pariwisata," kata Adiarsa saat dihubungi Tribunnews melalui sambungan telepon, Senin (28/2/2022).

Ia juga menyinggung bagaimana dampak UMKM yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Bali sebelum mengalami defisit sebesar 9 persen.

"UMKM sangat mendongkrak pertumbahan perekonomian di Bali, sangat signifikan pengaruhnya," jelas Adi.

"Triwulan 4 di akhir tahun 2021 sampai awal tahun 2022 tumbuh sekitar 0,51 persen. Ini satu hal yang positif dari yang sebelumnya minus 9 dulu di awal tahun 2021.

Untuk pertumbuhan lebih jauh seiring dengan adanya BRI Liga 1 di Bali akan diketahui pada kuartal pertama 2022 Maret mendatang.

Menurut Adi, tahun ini pemerintah Bali juga menganggarkan 40 persen pembelanjaan barang dan jasa untuk sektor UMKM.

Ia berharap, hal ini bisa memajukan UMKM dan meningkatkan perekonomian Bali.

"Dengan adanya pandemi, jumlah kunjungan di Bali sangat anjlok sehingga mempengaruhi sektor UMKM yang mengandalkan pariwisata. Nah, dengan adanya BRI Liga 1, usaha mereka bisa bangkit kembali."

"Untuk tahun ini, pemerintah memprioritaskan 40 persen dari belanja pemerintah itu untuk pengadaan barang dan jasa yang dialokasikan untuk UMKM, termasuk koperasinya," jelas Adi.

Ketika disinggung dengan kabar BRI Liga 1 dihadiri penonton, Adi berharap hal itu bisa terlaksana.

Pemerintah Bali semakin gencar memberikan vaksinasi terhadap masyarakat, ditambah kasus Omicron juga mulai menunjukkan angka stagnan dan relatif stabil.

Semoga langkah ini bisa membawa angin segar agar pecinta sepak bola Tanah Air bisa kembali merasakan nonton pertandingan di stadion.

"Bali sangat fokus dengan vaksinasi saat ini. Mudah-mudahan dengan kondisi pandemi yang kini sudah mulai stagnan dan stabil bisa membawa angin segar ke depan dan masyarakat pecinta bola bisa nonton langsung, tentu ini akan berdampak positif perekonomiaan di Bali," pungkasnya.

NB: Berita ini telah mengalami revisi judul per Senin (28/2/2022) malam. Untuk itu, kami dari pihak editor mohon maaf dengan ketidaknyamanan ini.

(Tribunnews.com/Sina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini