Namun, pelatih AS, Gregg Berhalter terus mengumandangkan genderang kemenangan.
“Kami ingin pergi ke sana, dan menang. Seperti yang selalu saya katakan, kami selalu masuk ke lapangan dengan hasrat untuk menang,” katanya menegaskan.
Dan dia kembali berharap kepada kepemimpinan sang kapten, Pulisic.
"Peran Pulisic lebih dari sekadar cetak gol, atau bikin hattrik. Dia melakukan perannya secara luar biasa. Tingkat kerjanya, upaya defensifnya, duelnya, bola kedua, umpannya, dribblingnya. Sebut apa saja, dia melakukan semuanya malam ini,” kata Berhalter di The New York Times.
Pujian kepada Pulisic sebagai "captain America" pun memang bergema.
Puluhan ribu penonton di Colorado bertepuk tangan sembari berdiri, saat ia ditarik keluar lapangan digantikan Gianluca Busio di menit ke-71 saat AS sudah memimpin 5-0. Chant "captain America," pun terdengar nyaring.
Namun, gelandang Chelsea ini mengaku risih dengan julukan tersebut.
"Sejujurnya, saya tak terlalu suka dipanggil seperti itu," katanya kepada majalah GQ beberapa waktu lalu. "Saya hanya ingin fokus ke pertandingan. Tiket belum dalam genggaman," ujarnya menegaskan.
Pulisic sepertinya belajar banyak dari pengalaman di kualifikasi Piala Dunia 2018 lalu.
Saat itu, dalam usia 17 tahun, dia sudah jadi bagian dari timnas AS yang juga mengalahkan Panama di Orlando dalam laga kandang terakhir.
Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah bertandang ke Trinidad & Tobago, yang sudah lebih dulu tersingkir, dan hanya cukup bermain seri untuk lolos.
Tapi yang terjadi kemudian adalah petaka tragis. AS secara tak terduga kalah 2-1, dan tersingkir.
Pulisic saat itu masih berusia 17 tahun, dan jadi top skor tim dengan lima gol.
Kini, di usianya yang ke-23 tahun, Pulisic tetap menjadi top skor tim dengan lima gol.