TRIBUNNEWS.COM - Brendan Rodgers berhasil mengukir sejarah sebagai juru taktik pertama yang mengantar Leicester City melaju ke semi final kompetisi Eropa.
Lecester City diantarnya menuju semi final Europa Conference League usai menyingkirkan raksasa Belanda PSV Eindhoven dengan agregat 2-1.
Eks pelatih Liverpool itu berhasil meramu Leicester City menjadi tim unggulan yang namanya mulai diperhitungkan untuk meraih gelar prestis.
The Foxes sejak musim lalu memang menjadi tim mentereng yang keterlibatannya dalam mengganggung kenyamanan tim big six Liga Inggris begitu mencolok.
Baca juga: Kemegahan Roberto Firmino: Kepingan Puzzle Jurgen Klopp, Angkat Performa Salah & Mane di Liverpool
Baca juga: Merasa Dibenci Penggemar, Granit Xhaka Nyaris Keluar dari Arsenal, Sudah Siap Koper, Ini Kata Xhaka
Tak hanya itu, sudah ada sumbangan dua gelar (FA Cup dan English Super Cup) enam tahun sejak Leicester City secara mengejutkan meraih gelar Liga Primer Inggis pada musim 2015/2016.
Kedua trofi domestik tersebut berhasil mereka raih dengan mengalahkan dua tim raksasa Liga Primer Inggris yaitu Chelsea dan Manchester City.
Artinya, The Foxes bukan lagi dianggap sebagai tim kuda hitam, keberadaanya memang diakui sebagai tim yang mampu finish di papan atas dan bersaing memperebutkan gelar, serta mewakiliki Inggris untuk berkompetisi di laga-laga Kontinental.
Meski sempat terseok-seok di musim 2016/2017 dan 2017/2018, Leicester City berhasil bangkit dan tampil konsisten bersama juru taktik asal Irlandia Utara, Brendan Rodgers.
Rodgers sengaja didatangkan The Foxes berkat catatan menterengnya di Liga Skotlandia bersama Glasgow Celtic.
Saat itu, pelatih berusia 48 tahun tersebut sukses meraih tujuh frofi domestik untuk The Hoops dalam waktu kurang dari tiga tahun, mengesankan.
Bak juru selamat, Rodgers berhasil mengangkat kembali derajat The Foxes di musim 2019/2020.
Kasper Schmeichel dan kolega mampu dibawanya untuk bersaing di papan atas Liga Primer Inggris dan bersaing untuk memperubatkan satu tiker Liga Champions.
Sayangnya, akibat banyaknya pemain Leicester City yang diterpa cedera kala itu, membuat The Foxes harus puas finish di peringkat lima dan hanya tampil di Liga Eropa.
Namun, hasil tersebut sudahlah cukup mentereng untuk tim sekelas Leicester yang tak lakukan jor-joran untuk membeli pemain seperti tim-tim elit Liga Primer Inggris lainnya.