Saat bermain, Tomiyasu tak berperan selayaknya bek sayap yang rajin naik ke depan.
Umpan-umpan silang dari sayap yang ia lakukan juga terhitung sedikit.
Sebaliknya, Tomiyasu bakal lebih berhati-hati ketika melakukan overlap.
Ia lebih memilih menunggu momen dan celah yang tepat saat ingin membantu penyerangan.
Tomiyasu sangat pandai dalam memaksimalkan kelebihan dan menutup kekurangannya.
Dengan gaya bermainnya yang seperti itu, Arteta memang memaksimalkan Tomiyasu untuk menjaga pertahanan The Gunners yang memang terkenal rapuh selama beberapa musim.
Dalam taktiknya, Arteta bermain dengan skema 4–2–3–1, yang bertugas untuk aktif melakukan overlap adalah bek kiri yang diisi oleh Kieran Tierney.
Tomiyasu sebagai bek kanan dimaksimalkan Arteta untuk menjaga pertahanan, ia berperan sebagai pemutus serangan balik lawan dari sisi kanan.
Tomiyasu hanya melakukan overlap ketika winger kanan Arsenal berada di area kotak penalti, selebihnya, ia lebih sering berdiri sejajar bersama dua bek tengah The Gunners, Gabriel dan Ben White.
Arteta pun sumringah dengan performa yang ditunjukkan Tomiyasu bersama The Gunners.
"Ketika saya pertama kali bertemu dengannya, saya bisa merasakan bahwa dia membawa kebahagiaan dan juga energi yang bagus untuk tim ini," Puji Arteta dikutip dari laman resmi Arsenal.
"Ketika ia pertama kali masuk ke lapangan, ia langsung fokus penuh. Ia bermain dengan penuh determinasi dan ia menunjukkan bahwa ia memahami tugasnya dengan baik," Lanjutnya.
Kualitas Tomiyasu memang tidak diragukan, sebelum datang ke Arsenal, Tomiyasu juga menjadi incaran tim-tim besar lainnya.
Tottenham Hotspurs, AC Milan dan Juventus dikabarkan tertarik untuk memboyong Tomiyasu dari Bologna.
Bologna sendiri merekrut Tomiyasu pada transfer musim panas 2019/2020 dengan 10 juta euro atau sekitar Rp 167 miliar.
Saat itu Tomiyasu masih berusia 19 tahun dan masih berposisi sebagai bek tengah, saat kedatangannya ke Bologna barulah ia menemukan pakem bermainnya yaitu di bek kanan.
Tomiyasu juga masuk jajaran pemain termuda yang berhasil debut di Timnas Jepang.
Debutnya datang pada tahun 2018 saat Jepang berhasil meraih kemenangan 3–0 atas Panama dalam laga persahabatan.
Son Heung-min (Korea Selatan)
Son Heung-min tampil melejit di bawah asuhan Antonio Conte.
Son dan Salah sama-sama menyumbangkan 23 gol di Liga Inggris musim 2021/2022.
Ya, datangnya Antonio Conte ke Tottenham Hotspur memunculkan harapan bagi Te Lilywhites untuk kembali bersinar di Liga Inggris.
Semenjak ia datang pada paruh musim, Tottenham yang tercecer di posisi 8 klasemen Liga inggris mampu dibawanya melesat hingga bertengger di posisi empat.
Ya, berkat nama besar dan kecerdasan Conte, Tottenham berhasil mengunci zona Liga Champions.
Conte memang dikenal sebagai pelatih hebat, dia memulai karier kepelatihannya di klub besar Eropa sejak tahun 2011.
Total tujuh musim ia menukangi Juventus, Chelsea, dan Inter Milan.
Dari tiga tim elit tersebut, Conte sukses meraih lima gelar liga, satu piala FA, dan satu kali lolos ke partai Liga Europa.
Catatan hebatnya, dilansir Squawka, selama karier kepelatihannya, Conte selalu berhasil mencatatkan persentase kemenangan di atas 60 % .
Catatan tersebut semakin membuktikan bahwa ia adalah pelatih yang memiliki mental pemenang.
Salah satu hal yang paling mencolok dari sistem yang Conte usung untuk Spurs adalah adaptasinya untuk sang winger, Son Heung-min.
Di tangan Antonio Conte, Son Heung-min begitu diandalkan eks juru taktik Inter Milan itu untuk mengangkat performa tim.
Dari 22 pertandingan yang sudah ia jalani, Conte memakai pakem 3-4-3 dengan memakai trio Son Heung-min, Harry Kane, dan Lucas Moura/Kulusevski.
Pakem tersebut sedikit berbeda dengan apa yang ia pakai saat masih menukangi Inter Milan.
Bersama Nerazzurri, hampir di setiap pertandingan Conte selalu memakai dua penyerang dengan tipikal nomor sembilan.
Kedalaman skuat yang dimiliki Tottenham memang membuat Conte meninggalkan kebiasaannya di Inter Milan.
Apalagi, adanya Son Heung-min yang lebih berbahaya jika dipasang sebagai seorang winger, membuat Conte melakukan adaptasi dengan menggunakan tiga penyerang di depan.
Hasilnya pun mentereng, Son menjadi top skor bagi Tottenham musim ini dengan torehan 24 gol dan 23 di antaranya sukses ia ciptakan di pertandingan Liga inggris.
Dengan torehannya itu, catatan gol Son Heung-min bahkan kebih banyak dari Cristiano Ronaldo yang baru mencetak 18 gol di Liga Inggris.
Hanya Mohamed Salah yang mampu menyamai torehan gol Son di Liga Inggris.
Dari adaptasi yang dilakukan pria berusia 52 tahun itu memang memperlihatkan bahwa dirinya benar-benar ingin menjadikan Son sebagai pusat serangan dari Tottenham.
Meski bermain sebagai winger kiri, pergerakan Son sangat cair.
Ia tak selalu memulai serangan dari tepi lapangan tapi juga muncul dari tengah untuk menciptakan half space, Son pun juga lebih banyak berada di dalam kotak penalti.
Posisi wing back yang biasa diisi oleh Regulion dan Sessegnon fokus untuk melayani Son yang sering berada di kotak 16 untuk mencetak gol.
Peran sebagai goal getter utama The Lilywhites bukan lagi menjadi tanggung jawab utama sosok Harry Kane namun juga Son Heung-min.
Hal tersebut sebenarnya sangat realistis, Tottenham tak akan mampu berbicara banyak jika hanya menandalkan atribut seorang Harry Kane.
Antonio Conte yang menjadi pelatih anyar pun paham betul dengan atribut sang pemain, Son bukanlah pemain yang menjadi bayang-bayang kapten Timnas Inggris tersebut.
Melainkan Son adalah tumpuan the Lilywhites di lini depan, entah mencetak gol atau memberikan assist, atribut pemain berusia 29 tahun itu begitu dibutuhkan Conte dalam sistem yang ia usung.
(Tribunnews.com/Deivor)