Bahkan, sebagian besar tembakan gas air mata tersebut menuju tribun tempat duduk alias tribun 11, 12, dan 13.
Alhasil ribuan penonton yang berada pada tribun tersebut langsung berhamburan menuju pintu keluar stadion.
Apesnya, pintu keluar stadion terlalu kecil untuk dimasukki oleh banyak orang dalam waktu bersamaan.
"Menembakkan gas air mata ke tribun saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar, dan itulah yang terjadi," kata Prof Clifford Stott.
Prof Clifford Stott secara tidak langsung mempertanyakan penggunaan gas air mata yang digunakan aparat dalam menghalau massa.
Hal ini mengingat tembakan gas air mata terbukti tak terlalu efektif, justru malah menimbulkan banyak korban, ditambah pintu stadion masih dalam kondisi tertutup.
Alhasil tingginya angka korban meninggal dunia dalam tragedi Stadion Kanjuruhan tak bisa dihindarkan.
Kapolri Ungkap 11 Anggota Polisi Diduga Terlibat Penembakan Gas Air Mata
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mendata anggota Polri yang diduga menembakkan gas air mata saat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Total, ada 11 anggota Polri yang diduga terlibat dalam penembakan.
"Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan dan ke lapangan 3 tembakan," kata Sigit dalam konferensi pers di Malang, Kamis (6/9/2022).
Listyo menjelaskan penembakan gas air mata itu lantaran banyaknya penonton yang masuk ke lapangan.
Namun sebelum itu, anggotanya sempat melakukan tindakan kekuatan pencegahan untuk mengusir penonton di lapangan.
Penonton semakin banyak yang turun ke lapangan sehingga pada saat itu kemudian beberapa anggota kemudian mulai melakukan kegiatan-kegiatan penggunaan kekuatan, seperti yang kita lihat ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC," jelasnya.