TRIBUNNEWS.COM - Kedatangan FIFA di Indonesia bertujuan untuk mereparasi BRI Liga 1 yang selama ini digelar carut marut.
Tragedi Kanjuruhan menjadi contoh bagaimana tidak profesionalnya kualitas Liga di Indonesia hingga membuat FIFA turun tangan.
FIFA ingin memperbaiki wajah sepakbola Indonesia setelah Tragedi Kanjuruhan yang membuat Liga Indonesia dipandang negatif oleh dunia.
Baca juga: Liga 1: Hanno Behrens Bilang Suporter Harus Saling Baik Satu Sama Lain
Mulai dari kualitas stadion, peraturan penyelenggaraan pertandingan, hingga penggunaan VAR di BRI Liga 1 menjadi saran yang ditekankan FIFA untuk mereparasi kualitas liga.
Penggunan video assistant referee (VAR) menjadi hal yang patut untuk disorot.
VAR diciptakan untuk mengurangi keputusan-keputusan wasit yang dianggap kontroversial, terutama terkait dengan offside, handball, penalti, atau pelanggaran yang terlewat.
Penggunaan VAR merupakan metode yang pertama kali diimplemantasikan FIFA pada Piala Dunia 2018 di Rusia dan terus digunakan hingga sekarang, baik di sepak bola asia ataupun eropa.
Adanya VAR jelas dapat membantu kinerja tiga wasit dilapangan agar mampu memimpin jalannya pertandingan dengan adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika membandingkan dengan liga tetangga di Asean, jelas Indonesia telah tertinggal.
Thailand, Vietnam, dan Malaysia, ketiga liga di negara tersebut sudah menggunakan teknologi VAR sejak lama.
Meskipun banyak terjadi kendala hingga beberapa kali berakibat pada pembatalan.
Namun setidaknya, keinginan untuk memperbaiki kualitas wasit dan liga terpancar dari federasi mereka yang begitu antusias dengan menerapkan teknologi VAR.
Baca juga: Thomas Doll Beri Kode Persija Ujicoba Lawan Klub Liga 1, Berharap Persib Tapi Tidak Mungkin
PSSI sebagai federasi yang berwenang sebenarnya telah membeberkan rencana untuk menerapkan teknologi VAR di Liga Indonesia sejak musim 2020/2021.
Namun, dilansir dari laman resmi PSSI, rencana tersebut dibatalkan dengan alasan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh PSSI.