TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas anti mafia bola Polri menetapkan 6 orang tersangka kasus match fixing pada pertandingan di Liga 2.
Para tersangka diduga bekerja sama untuk mengatur pertandingan dengan maksud memenangkan salah satu tim.
Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri sekaligus Ketua Satgas Antimafia Bola, Irjen Asep Edi Suheri mengatakan, dugaan kecurangan itu ditemukan setelah penyidik menganalisis sejumlah pertandingan sepak bola.
"Diketahui terdapat wasit yang terindikasi terlibat dalam praktik match fixing pada pertandingan Liga 2 antara klub 'X' melawan klub 'Y' pada November 2018," ujar Asep dalam jumpa pers, Rabu (27/9).
Atas temuan itu penyidik kemudian menerbitkan laporan polisi model A. Penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap 15 saksi.
Mereka yang diperiksa di antaranya pihak klub, wasit, pengawas pertandingan, pihak hotel, pegawai hotel, penyelenggara pertandingan hingga Komdis PSSI. "Dari hasil penyidikan, penyidik telah memperoleh bukti yang cukup, maka ditetapkan enam orang tersangka," ujar Asep.
Asep mengungkap dari enam orang tersangka itu dua di antaranya merupakan perantara klub dengan wasit berinisial K dan kurir pengantar uang berinisial A.
Sementara 4 tersangka lainnya merupakan para wasit yang terlibat dalam pertandingan itu, yakni M selaku wasit utama, E selaku asisten wasit satu, R selaku asisten wasit dua, dan A selaku wasit cadangan.
Dalam kasus ini kata Asep, awalnya pihak klub 'X' melobi perangkat wasit agar dapat membantu memenangkan pertandingan dengan iming-iming hadiah berupa uang.
"Pihak klub memberikan uang sebesar Rp 100 juta kepada para wasit di tempat para wasit menginap dengan maksud agar klub X menang melawan klub Y," tuturnya.
Adapun modus yang dilakukan pihak wasit membantu memenangkan klub X salah satunya adalah dengan tidak mengangkat bendera saat offside.
"Selanjutnya modus operandi yang dilakukan pihak wasit adalah mengatur jalannya pertandingan untuk memenangkan klub X. Salah satunya dengan tidak mengangkat bendera saat offside dan para wasit yang terlibat bertugas memimpin pertandingan Liga 2," kata Asep.
Aksi kecurangan ini terjadi sepanjang musim 2018. Kepada penyidik, pihak klub mengaku telah mengeluarkan total uang hingga Rp 1 miliar sebagai hadiah kepada wasit yang membantu.
"Jadi ada pengakuan bahwa mereka telah mengeluarkan uang Rp 1 miliar untuk melobi para wasit di sejumlah pertandingan," beber Asep.
Asep enggan merinci lebih jauh klub yang dimaksud melakukan praktik kecurangan itu.
Hanya saja ia memastikan bahwa klub tersebut masih aktif pada Liga pertandingan di Indonesia. Asep pun memastikan penyidik masih akan mendalami dugaan keterlibatan petinggi klub hingga klub lainnya yang terlibat kasus match fixing.
"Selanjutnya kami akan melakukan pendalaman pemeriksaan terhadap sejumlah saksi lainnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam proses ini," ungkapnya.
Atas perbuatannya, K dan A dijerat Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Sementara terhadap wasit penerima suap dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 1980 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara. (tribun network/abd/dod)