TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan suporter terjadi setelah laga Gresik United vs Deltras Sidoarjo berakhir dengan kemenangan tim tamu 1-2.
Suporter yang diduga dari Gresik United itu mengamuk karena timnya kalah.
Terlihat dalam video tersebar di media sosial, mereka melempar batu dan benda-benda di luar stadion.
Tampak juga polisi yang mengamankan kerusuhan menembakkan gas air mata.
Bahkan ada gas air mata yang menyasar hingga ke jalanan.
Baca juga: Kericuhan Lempar Batu di Stadion Gelora Joko Samudro Gresik: 17 Suporter dan 11 Polisi Terluka
Peristiwa tersebut trending dan menjadi sorotan media sosial X (Twitter).
Tak sedikit yang menyangkutkannya dengan tragedi Kanjuruhan, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya menewaskan 135 orang.
Topik Kanjuruhan bahkan trending pada Senin (20/11/2023) pagi, lebih dari lima ribu cuitan menuliskan Kanjuruhan dalam kerusuhan suporter Gresik.
Jumlah Korban
Buntut kericuhan di Stadion Gelora Joko Samudro, puluhan mengalami luka peristiwa ini. Baik dari Ultras suporter Gresik United dan pihak kepolisian.
Pertandingan berakhir dengan skor 1-2 untuk kemenangan tim tamu Deltras Sidoarjo.
Aksi lempar batu dan tembakan gas air mata terjadi di luar stadion, tepatnya di depan pintu masuk VIP dan parkiran sepeda motor.
"Ada 17 suporter, 11 polisi, total 28. Kita cek semua, sebagian besar sudah bisa pulang," ujar Panpel Gresik United, Muhammad Syamsud Dluha saat ditemui di depan RS Semen Gresik , Minggu (19/11/2023), diberitakan TribunJatim.com.
Sebagian besar korban kericuhan mengalami sesak nafas, matanya sakit, sebagian besar sudah bisa pulang. Selain di RS Semen Gresik, ada pula yang menjalani perawatan di RS Petrokimia Gresik, RSUD Ibnu Sina. Kemudian di puskesmas.
"Sesak, pusing, matanya perih," katanya.
Sementara korban luka sebagian besar dialami petugas kepolisian, karena lemparan batu.
Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan adalah sebuah peristiwa mencekam yang terjadi pada dunia sepak bola.
Tragedi itu terjadi di Malang, Jawa Timur, Indonesia pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Akibat dari tragedi itu 135 orang meninggal dunia.
Korban yang meninggal dunia pada Tragedi Kanjuruhan, Malang Indonesia ini adalah suporter sepak bola dan dua anggota Polri.
Penyebab meninggalnya para suporter yakni terinjak-injak.
Selain itu, penyebab lainnya adalah sesak nafas akibat semprotan gas air mata yang dilakukan oleh jajaran keamanan.
Baca juga: Bantahan sang Menantu hingga Penyebab Ricuh Edy Rahmayadi Hampir Diamuk Suporter Persiraja vs PSMS
Insiden kerusuhan bermula saat Arema FC kalah dari Persebaya Surabaya 2-3.
Seusai pertandingan, ribuan Aremania mendesak masuk ke lapangan Stadion Kanjuruhan Malang.
Melihat ribuan suporter masuk ke lapangan, pihak keamanan dari Polri dan TNI langsung melakukan pengamanan.
Kejadian berlanjut dengan aksi lempar-lemparan antara suporter dengan petugas keamanan.
Lantaran kalah jumlah personel dan suporter tak dapat dikendalikan, petugas keamanan akhirnya mengeluarkan gas air mata.
Ada juga gas air mata yang mengarah ke tribun sehingga membuat suporter berusaha menyelamatkan diri.
Lantaran berdesak-desakan untuk menyelamatkan diri, banyak suporter, baik pria maupun wanita yang jatuh dan terinjak.
Banyak juga yang mengalami sesak napas hingga akhirnya jatuh dan tak sadarkan diri.
Insiden di Kanjuruhan merupakan tragedi stadion sepak bola terbesar kedua dalam sejarah jika melihat jumlah korban meninggal.
Adapun kejadian paling memilukan dalam sejarah sepak bola terjadi pada 24 Mei 1964 di Estadio Nacional, Lima, Peru.
Saat itu, Peru bertanding melawan Argentina dalam kualifikasi Olimpiade. Peru tertinggal 0-1 dan berhasil menyamakan kedudukan pada menit-menit akhir.
Namun, gol penyama kedudukan Peru dianulir oleh wasit. Hal itu kemudian menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan 328 orang tewas.
(Tribunnews.com/Chrysnha)(TribunJatim.com/Willy Abraham)(TribunnewsWiki.com/Bangkit N)