Kata Thierry Henry saat Memprediksi Laga Final Lawan Spanyol, Sulit Lawan Spanyol
TRIBUNNEWS.COM- Pelatih Timnas Prancis U23, Thierry Henry memprediksi laga final kontra Spanyol pada Jumat (9/8) nanti akan berjalan sangat sulit.
Dia berharap, timnya bisa meningkat lagi levelnya untuk bisa mengatasi tim Matador yang di semifinal menggasak Maroko 2-1.
"Semua orang tahu betapa sulitnya melawan Spanyol. Baik tim putra maupun putri mereka sering mencapai final. Tergantung pada kami untuk melihat apa yang bisa kami lakukan. Ini akan menjadi lebih sulit di final. Tapi kami setidaknya merasa lega karena telah dipastikan meraih medali," kata Henry.
Menurutnya, target tim Prancis memang hanya meraih medali. Terakhir kali mereka meraih medali emas adalah 40 tahun lalu, saat Olimpiade di Los Angeles. "Kami hanya fokus menjalani babak demi babak," ujar Henry.
Jean-Philippe Mateta, Striker berusia 27 tahun yang tadinya biasa-biasa ini kembali menjadi bintang setelah dua golnya yang dramatis membawa Prancis U-23 mengalahkan Mesir U23 3-1 pada semifinal Olimpiade Paris 2024 di Stadion Groupama, Decines-Charpieu, Lyon, Selasa (6/8) dini hari.
Prancis pun untuk pertama-kalinya dalam 40 tahun terakhir mencapai final Olimpiade. Lawan mereka pada partai puncak Olimpiade di Stadion Parc des Princes, Jumat (9/8) mendatang adalah Spanyol yang mengalahkan Maroko 2-1.
Ini akan jadi ulangan partai final Euro 1984 juga di Stadion Parc des Princes di mana saat itu Prancis menang 2-0.
Mateta sebelumnya mencetak gol penentu kemenangan Prancis 1-0 atas tim favorit, Argentina 1-0 pada perempatfinal lalu. Striker Crystal Palace ini juga mencetak sebiji gol saat Les Bleus menggasak Selandia Baru 0-3 pada penyisihan grup.
Dan, jika ditelisik lebih jauh, ada andil dari pelatih Prancis, Thierry Henry di balik bersinarnya Mateta.
Penyerang berusia 27 tahun ini terpilih bersama Alexandre Lacazette (33), dan Loic Bade(24) untuk mendampingi para pemain Prancis U-23 di Olimpiade.
Lacazette sudah terkenal, tapi Mateta? Namanya kurang familiar bahkan bagi pendukung Prancis sekali pun. Dia memang belum pernah dipanggil timnas senior.
Setelah dua tahun membela Lyon (di mana hanya dua kali tampil tanpa cetak gol periode 2016-2018), Mateta dipinjamkan ke Le Havre, kemudian bergabung ke klub Bundesliga, Mainz 05 selama tiga tahun, sebelum pindah ke Crystal Palace dari 2021 sampai sekarang.
Karenanya, ketika Henry memanggil Mateta ke tim Olimpiade, banyak yang mempertanyakan.
Terbukti, di dua laga awal, sang bomber tampil mengecewakan, gagal mencetak gol saat Prancis mengalahkan Amerika Serikat 3-0, dan menekuk Guinea 1-0 di babak penyisihan grup.
Nah, pada momen ini, dengan jeli pelatih Henry mengambil keputusan untuk memberi ban kapten kepada Mateta saat Prancis melawan Selandia Baru.
Sebuah keputusan sangat tepat karena sejak itu Mateta terus mencetak gol.
"Kami memberinya ban kapten saat melawan Selandia Baru agar ia bisa mendapatkan kembali kepercayaan dirinya dan ia berhasil. Dia bisa saja mencetak gol sebelumnya, tetapi dia tidak melakukannya. Ia melewatkan beberapa peluang, itu biasa terjadi. Tapi kini, dia jadi lebih klinis. Dan itu sangat menguntungkan bagi tim," kata Henry dikutip dari Leparisien.
Duel di Lyon ini berlangsung seru. Kedua tim silih berganti menyerang sejak menit pertama, dengan tuan rumah Prancis lebih banyak menekan. Namun tak ada gol tercipta pada babak pertama.
Di babak kedua, Prancis tetap mendominasi permainan. Tapi Mesir membuat kejutan di menit ke-62 ketika Mahmoud Saber merobek gawang tuan rumah.
Tertinggal, Prancis makin meningkatkan tekanan. Setelah sejumlah peluang terbuang, mereka akhirnya mencetak gol penyeimbang di menit ke-83 lewat sentuhan gol Jean-Philippe Mateta memanfaatkan umpan Michael Olise.
Skor 1-1 bertahan sampai normal habis sehingga laga dilanjutkan ke babak tambahan. Mesir harus bermain dengan sepuluh pemain setelah Bek Omar Fayed mendapat kartu kuning kedua.
Unggul jumlah pemain, Prancis makin leluasa menyerang. Menit ke-99, Mateta kembali mencatatkan namanya di papan skor. Penyerang bertinggi badan 1,92 meter ini menyundul bola dari jarak dekat setelah menerima umpan Kiliann Sildillia.
Di babak kedua perpanjangan waktu, Prancis bisa menambah satu gol lagi lewat Michael Olise yang meneruskan umpan Desire Doue. Skor 3-1 untuk Prancis bertahan sampai bubaran.
Usai laga, Pelatih Prancis, Thierry Henry menceritakan bagaimana dirinya lega saat Mateta mencetak gol kedua yang disebutnya telah "membunuh pertandingan".
"Ya Tuhan... lega. Pada saat itu, kami bertanya-tanya tentang perubahan yang perlu kami lakukan. Kami menciptakan banyak peluang dan saya lebih memilih untuk membiarkan Jean-Philippe (Mateta) dan Alex (Lacazette) di atas lapangan untuk menyelesaikannya," tutur legenda Arsenal ini.
"Kami telah menciptakan banyak peluang, tetapi ketika Anda tidak menyelesaikannya, Anda tidak akan aman dari serangan balik dan itulah yang terjadi. Kembali ke Jean-Philippe, saya turut berbahagia untuknya," kata Henry. (Tribunnews/den)
Prancis 3-1 Mesir
Magis Mateta
4- Jean-Philippe Mateta mencetak empat gol dalam 5 laga di Olimpiade. Keran golnya ngocor setelah diberi ban kapten.
1984
-- terakhir kali Prancis mencapai final Olimpiade adalah pada 1984 di mana mereka mengalahkan Brasil 2-1 untuk meraih medali emas
1984
-- Prancis bertemu Spanyol di babak final terakhir terjadi pada final Euro 1984 di Parc des Princes --yang jadi tempat final Olimpiade nanti. Saat itu Prancis menang 2-0.
Statistik Pertandingan
Prancis Mesir
3 Gol 1
59.8 persen Penguasaan bola 40.2%
9 Tendangan akurat 4
32 Upaya tendangan 17
25 Pelanggaran 17
2 Kartu kuning 2
0 Kartu merah 1
10 Tendangan sudut 4
3 Penyelamatan 7
Susunan Starter XI
Prancis: Guillaume Restes; Kiliann Sildillia, Loic Bade, Castello Lukeba, Adrien Truffert; Maghnes Akliouche, Andy Diouf, Joris Chotard; Michael Olise; Jean Philippe Mateta, Alexandre Lacazette.
Mesir: Hamza Alaa; Mahmoud Saber, Omar Fayed, Hossam Abdelmaguid, Karim El Debes; Mohamed Elneny, Ahmed Koka, Mohamed Shehata; Zizo, Osama Faisal, Ibrahim Adel.