TRIBUNNEWS.COM – Awal bulan ini, khalayak dibuat terpesona dengan USB-C karena muncul di perangkat Apple terbaru. Port sambungan baru tersebut diramalkan bakal jadi tren masa depan untuk seluruh perangkat elektronik. Bisa jadi karena port sambungan ini lebih praktis dan tak makan tempat.
Pasalnya, USB-C mengakomodir dua fungsi sekaligus, yakni untuk transfer data dan pengisian daya. Selain itu, ukurannya lebih kecil dibanding port USB standar yang sering kita temui.
Apple memulai penggunaan USB-C pada produk teranyarnya, MacBook Retina 12 inci. Tak mau kalah, Google pun menyusul melalui produk Chromebook Pixel terbarunya. Pihak Google juga mendeklarasikan bakal menyematkan USB-C pada ponsel-ponsel Android selanjutnya.
Namun di balik kepraktisan USB-C, ada satu hal yang barangkali luput dari perhatian para vendor, yakni masalah keamanan. Dilansir KompasTekno, Rabu (18/3/2015) dari Gizmodo, USB-C dilaporkan bakal lebih rentan pada serangan malware, peretas, dan agen mata-mata.
Masalahnya, USB-C mengakomodir dua fungsi, transfer data dan pengisian daya, yang justru menjadi pintu masuknya serangan. Para peneliti teknologi pernah mengungkap kerentanan ini dalam sebuah laporan yang berjudul "BadUSB".
Menurut laporan, sekali ada sambungan USB yang terkoneksi ke komputer, baik itu untuk transfer data atau pengisian daya yang disambungkan ke smartphone, maka serangan malware sangatlah potensial.
"USB-C memang lebih fleksibel dan terbuka. Tetapi kehadirannya disertai dengan serangan yang bakal lebih mudah dan banyak ke komputer," begitu kata salah satu peneliti BadUSB, Karsten Nohl.
Bagian yang paling ngeri adalah, malware langsung menginfeksi sistem kontrol USB. Artinya, sejauh ini, sukar untuk menghilangkan malware dari komputer yang terserang.
Sebelum ada USB-C, perangkat bisa lebih aman. Selama pengguna tak sembarangan menyambungkan perangkat-perangkat melalui kabel ke port tersebut, seharusnya komputer tetap "bersih". Nah, untuk USB-C tentu hal ini lebih sulit diterapkan. Port tersebut adalah satu-satunya saluran penghubung baik untuk transfer data maupun charging. Tak ada pilihan lain selain menggunakannya lebih sering dan lama.
Saat melakukan pengisian daya, tentu perangkat tak akan selamanya di-charge dari sumber listrik yang sama. Pengguna yang berpindah-pindah tempat harus menggunakan sumber listrik yang berganti-ganti.
Belum lagi jika pengguna saling meminjam alat pengisi daya dengan pengguna lainnya. "Hubungan" yang berganti-ganti tentu tidak aman dan bisa menularkan virus.
Pada intinya, jika mengacu pada laporan BadUSB, vendor perangkat seharusnya memikirkan cara untuk memusnahkan USB. Misalnya dengan membuat alat pengisian daya nirkabel dan transfer data lewat Bluetooth yang lebih mudah.