TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada tahun 2014 lalu, besar market e-commerce di Indonesia mencapai 13 miliar dollar AS atau sekitar Rp 176 trilliun.
Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) melihat, nilai tersebut berpotensi naik dan Indonesia bisa menjadi negara e-commerce terkuat asalkan sejumlah hal yang bisa dipenuhi.
E-commerce atau perdagangan digital memang sedang booming. Asosiasi mengamati bahwa salah satu negara yang agresif dan berhasil mengembangkan bisnis ini adalah China.
Sejak 2011 silam, Negeri Tirai Bambu itu sudah mengalahkan Jepang, Inggris, dan Jerman dalam hal ukuran market e-commerce. Dan pada 2020, pertumbuhan pasar China diprediksi bakal mencapai 420 miliar hingga 460 miliar dollar AS atau setara Rp 5.700 triliun hingga 6.200 triliun.
"Di China memang sedang booming, tapi di luar sana saat ini sedang melirik Asia Tenggara dan salah satunya adalah Indonesia sebagai the next e-commerce market," terang Marine Novita dari tim Humas IdEA.
"Tahun 2015 ini adalah era lepas landas bagi e-commerce Indonesia. Kalau semua lancar, pada 2017 kita bisa mencapai nilai 25 hingga 30 milliar dollar AS dan pada 2020 kita bisa jadi salah satu negara dengan e-commerce terkuat," imbuhnya.
Marine yang juga menjabat General Manager Property di OLX Indonesia berpendapat, ada tiga hal yang mesti diperhatikan agar pertumbuhan e-commerce bisa mulus.
Pertama adalah dukungan pemerintah dalam memeratakan penetrasi internet. Akses ke dunia maya, wadah berjalannya bisnis digital itu mesti bisa diakses dengan lancar oleh orang-orang yang tinggal di kota lapis ketiga, misalnya Cirebon atau Pekalongan.
"Penetrasi internet sekarang memang sudah bagus, yaitu 29 persen. Tapi kalau menuju nilai market tadi mesti dinaikkan lagi. Kecepatan internet juga mesti ditambah, kalau di Jakarta aja mungkin sudah cukup, tapi di luarnya masih lambat," imbuhnya.
Selain soal internet, hal kedua yang mesti diawasi adalah soal bankability atau kesediaan seseorang untuk menggunakan layanan perbankan.
Di Indonesia, bankability tersebut dinilai masih rendah. Hanya sekitar 20 persen dari total populasi saja yang sudah memiliki rekening bank, padahal transaksi e-commercce rata-rata membutuhkan kartu kredit atau minimal rekening bank.
"Di Medan saja ada cerita bahwa petaninya masih menyimpan uang di rumah. Mereka tidak membuka rekening bank," ujarnya mengillustrasikan.
Hal terakhir yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan e-commerce ini, menurut Marine, adalah soal edukasi terhadap masyarakat. Mereka mesti mengenal bahwa e-commerce itu memudahkan mereka menjual produk, mengenal soal payment gateway.