TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekan lalu, bakal calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswdan berkomentar bahwa bersihnya sungai di Jakarta sekarang ini merupakan buah dari program yang dicanangkan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 2008 silam.
Tak semua orang setuju dengan Anies. Sejumlah netizen Tanah Air dengan setengah bercanda mengatakan bahwa Google pun tidak sependapat.
Sebagai “bukti”, mereka menyodorkan hasil pencarian “sungai bersih karena Foke (panggilan Fauzi Bowo)” di kolom mesin pencari Google.
Penulisan kata kunci itu langsung disambut Google dengan saran untuk mengganti nama “Foke” dengan “Ahok” alias Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta yang kini tengah menjabat.
Saran atau suggestion untuk mengganti keyword yang seolah menunjukkan bahwa Google ingin membantah pernyataan Anies itu kontan dijadikan guyonan di dunia maya.
“Bahkan Google Engine bisa protes kalau dibilang sungai bersih karena Foke!,” canda seorang pengguna Twitter bernama @Mentimoen.
“Hahaha sebagai simbah (sebutan Google), ia tak berbohong,” tulis pemilik akun Twitter lain bernama @ZuAndreas.
Google - Pencarian kata kunci sungai bersih karena Foke (grafik merah) dan sungai bersih karena Ahol (grafik biru) mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir, menyusul pernyataan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pantauan KompasTekno di Google Trends untuk wilayah Indonesia, pencarian kata kunci terkait sungai Jakarta mengalami peningkatan pada awal Oktober menyusul pernyataan Anies di atas.
Kata kunci “sungai bersih karena Foke” mencatat jumlah pencarian tertinggi, disusul “sungai bersih karena Ahok”.
Tak jelas apakah para pencari kata kunci kedua memang berniat menelusuri “Ahok” atau mengikuti anjuran Google yang mengganti kata “Foke” dengan “Ahok”.
Cara Google mendata internet
Bagaimana cara search engine Google mencari informasi yang bertebaran di situs web internet?
Perusahaan ini memulai dengan membangun database besar lewat proses crawling dan indexing.
Crawling adalah mencari dan mencatat aneka situs web dengan program khusus bernama Googlebot, juga dikenal dengan sebutan robot, bot, atau spider.
“Googlebot menggunakan proses algoritmik: program komputer menentukan mana situs yang harus ditelusuri (crawling), seberapa sering, dan sebanyak apa laman yang diambil dari sebuah situs,” tulis Google dalam laman penjelasannya.
Googlebot dijalankan secara otomatis oleh komputer-komputerpowerrful yang dimiliki oleh Google.
Cara kerjanya mirip dengan kegiatan browsing web oleh pengguna biasa, yakni dengan mengunjungi situs, lalu mengikuti satu tautan ke tautan lain.
Begitu seterusnya sehingga makin lama situs yang didata semakin banyak dan sebarannya makin luas.
Biasanya mesin crawling Google butuh waktu beberapa lama sebelum menemukan situs web baru.
Pemilik situs web bisa mengatur untuk membatasi kerja Googlebot dalam menelusuri situs, misalnya dengan menolak kunjungan Googlebot atau memberikan instruksi khusus soal pemrosesan informasi di dalamnya.
Laman-laman web yang dikumpulkan oleh tadi kemudian diatur melaluiproses indexing.
Fungsinya mirip dengan bagian “index” pada sebuah buku, yakni mencatat informasi tentang tiap kata, judul, dan hal-hal lain berikut lokasinya di dalam database index.
Google juga mengatur indeks laman web ini berdasarkan jenis konten ada.
Hal tersebut diperlukan karena pengguna yang mencari dengan kata kunci “sungai” mungkin tidak mencari konten teks dengan kata “sungai” saja, melainkan juga foto atau video dari obyek yang bersangkutan.
Dengan kata lain, saat pengguna melakukan pencarian di Google, sebenarnya ia tidak menelusuri sendiri seisi jagat maya, melainkan mencari konten yang sudah terdaftar di database index milik sang raksasa internet.
Tahapan berikutnya setelah crawling dan indexing adalah menyajikan hasil search pada pengguna.
Database Google berukuran luar biasa besar. Jumlah situs web yang terindeks mencapai 60 triliun dengan besar ukuran file mencapai 100 juta gigabyte.
Bagaimana Google menelusuri basisdata sebesar itu ketika pengguna memasukkan keyword di kolom search?
Caranya adalah dengan mengumpulkan semua laman yang berkaitan dengan kata kunci, lalu menyusun urutannya di laman hasil search berdasarkan lebih 200 kriteria.
Di antara kriteria tersebut adalah tingkat kebaruan, kualitas situs, jumlah tautan dari situs lain yang terhubung, serta kesesuaian dengan konteks permintaan pengguna.
Situs-situs yang dinilai sebagai laman spam atau berbahaya ikut disaring.
Semua proses di atas terjadi dengan sangat cepat. Hanya dibutuhkan waktu 1/8 detik dari penekanan tombol “enter” hingga menyajikan hasil pencarian.
Google selalu ubah Foke jadi Ahok?
Nah, perkara Google yang menyarankan pengguna supaya mengganti nama “Foke” dengan “Ahok” sebenarnya berakar dari niat Google mempermudah pengguna sekaligus menyodorkan hasil search yang lebih sesuai dengan kebutuhan.
Google menggunakan beberapa cara seperti mengoreksi salah ketik dan menggunakan machine learning untuk coba mengerti maksud pertanyaan pengguna.
Satu cara lainnya adalah menyodorkan saran berupa kata kunci alternatif yang dinilai lebih tepat dan bisa membuahkan hasil pencarian yang lebih mengena.
Dalam hal ini, ketika pengguna coba mencari dengan keyword “sungai bersih karena Foke”, Google menyarankan untuk mengganti nama “Foke” dengan “Ahok”.
Mungkin pertimbangannya didasarkan pada popularitas kata kunci yang bersangkutan.
Kata kunci “sungai bersih karena Foke” membuahkan sekitar 199.000 hasil search, sementara “sungai bersih karena Ahok” menampilkan sekitar 844.000 hasil.
Algoritma Google boleh jadi turut menimbang kesamaan antara “Foke” dengan “Ahok” yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah DKI Jakarta.
Sedangkan, kata-kata lain di luar "foke" tidak disarankan untuk diganti dan dibiarkan apa adanya.
"Kedekatan" kata kunci Foke dan Ahok ini terus melekat di sejumlah pencarian di Google.
Coba saja googling "sungai bandung bersih karena foke", Google akan memberi saran apakah yang ingin dicari sebenarnya "sungai bandung bersih karena ahok".
Begitu pula dengan pencarian "rumah digusur karena foke" akan disarankan jadi "rumah digusur karena ahok".
Jadi di sejumlah besar pencarian dengan kata kunci "foke", Google akan memberi saran ke pengguna ke pencarian kata kunci "ahok".
Fitur "Mungkin maksud Anda?"
Fitur pemberian saran berupa kata kunci alternatif yang dinilai lebih tepat ini dikenal dengan istilah saran pengejaan (spelling suggestion) dan telah diimplemetasikan sejak lama oleh Google.
Saran biasanya dimulai dengan pertanyaan “Did you mean?” atau “Mungkin maksud Anda?” dalam bahasa Indonesia yang diletakkan di bagian atas laman hasil pencarian.
Bagaimana cara Google mencari saran kata kunci alternatif?
Ketika pengguna memasukkan kata kunci, sebuah algoritma khusus akan membandingkan kata kunci dimaksud dengan kata-kata lain yang mirip.
Faktor-faktor yang dijadikan kriteria perbandingan dalam memberi saran ini antara lain bahasa yang digunakan, lokasi geografis pengguna, dan popularitas search tadi.
Nah, mungkin saja Google tidak benar-benar ingin membantah pernyataan Anies soal siapa yang berjasa membersihkan sungai di Jakarta.