TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pemblokiran jejaring sosial Telegram oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memantik beragam reaksi.
Salah satu reaksi yang tak diduga datang dari founder Telegram itu sendiri, Pavel Durov, melalui akun jejaring sosial Twitter miliknya, @durov.
Reaksi Durov datang setelah seorang netizen 'melaporkan' wacana pemblokiran tersebut dengan me-mention akun @durov.
"Dear papa @durov did you hear that telegram will be blocked in Indonesia ? I'll be extremely sad if it happen," kicau akun @auliafaizahr.
(Untuk papa @durov, apakah Anda sudah mendengar bahwa Telegram bakal diblokir di Indonesia? Ini akan sangat menyedihkan bila terjadi--RED)
Siapa nyana, kicauan tersebut dibalas oleh akun @durov.
"That's strange, we have never received any requests/complaints from the Indonesian government. We'll investigate and make an announcement," cuit @durov.
(Aneh, kami tidak pernah mendapatkan permintaan atau komplain dari pemerintah Indonesia. Kami akan menyelidiki dan membuat pemberitahuan--RED).
Kemudian, respon Durov kembali dijawab oleh netizen tersebut.
"Thx for the rspns mr. @durov, hopefully this wont happen again infuture, and sorry forbeing rude @kemkominfo, Indonesian love tlgrm thtmuch," cuit akun @auliafaizahr.
(Terima kasih atas responnya, @durov, mudah-mudahan ini tidak akan terjadi di masa depan. Maaf karena telah bertingkap kejam @kemkominfo, Indonesia sangat menyukai Telegram--RED).
Dilampirkan pula, pernyataan Durov terkait wacana pemblokiran tersebut.
Dalam pernyataannya, Durov mengaku sangat kecewa dengan wacana pemblokiran tersebut.
Durov mengatakan pihak Kemkominfo telah mengirimkan surat elektronik daftar saluran publik yang terkait konten teroris di Telegram.
"Dan, tim kami tidak memprosesnya dengan sesegera mungkin," tulis Durov dalam pernyataannya.
Berikut isi pernyataan Durov:
Alasan pemblokiran
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, pemblokiran situs Telegramdidasari alasan dan bukti yang kuat bahwa ia telah disalahgunakan untuk penyebaran ajaran radikal yang mengarah ke terorisme.
"Kami punya bukti yang kuat, ada lebih dari 500 halaman, mulai dari ajaran radikal, cara membuat bom, ajakan membenci aparat kepolisian, banyak!" kata Rudiantara di Pesawat Kepresiden Boeing 737-400 TNI AU, Sabtu.
Rudiantara menjelaskan, pemblokiran Telegram telah dikonsultasikan dan atas persetujuan tiga institusi, yakni Kemkominfo, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Jadi kita tidak asal take down, BIN dan BNPT juga menyetujui situs ini diblokir," kata dia.
Rudiantara menambahkan, dibandingkan penyedia fasilitas pesan instan dan media sosial lainnya, situs Telegram dianggap tidak memiliki prosedur pengaduan yang efektif sehingga menyulitkan komunikasi apabila pihaknya mendapatkan konten pesan yang berbahaya.
"Lain, misalnya, Twitter punya kantor di Jakarta, Facebook setidaknya ada di Singapura, dan semuanya bisa kita hubungi jika ada konten yang bermasalah," kata dia.
Karena itu, Rudiantara telah meminta Telegram untuk membuat standar operasional prosedur (SOP) penanganan konten-konten radikalisme.
"Kalau mereka sudah buat SOP-nya bisa kita review untuk membatalkan pemblokiran," kata dia.
Kemkominfo pada Jumat (14/7) telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegramyang semula dapat diakses melalui PC.