TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan ( Kemenhub) mengundang Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Korea Selatan ( Korsel) Umar Hadi guna berbagi pengamatannya terkait pengaturan taksi dalam jaringan (daring) atau online yang berlaku di Korea Selatan.
Umar datang dalam Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas terkait taksi online yang ada di Seoul, Korsel.
Berdasarkan pengamatan dan pengalamannya, Umar menyebutkan ada dua solusi yang digunakan oleh Pemerintah Korsel.
"Jadi gabungan dua solusi, pertama regulasi dan kedua teknologi. Dari regulasi, di Korsel itu taksi online diposisikan sebagai pelengkap yang bisa menggunakan kendaraan pribadi, bisa melayani untuk jam-jam tertentu untuk commuter. Jadi istilahnya car pool. Tapi itu digandengkan dengan solusi teknologi yaitu dengan menyediakan aplikasi gratis bagi taksi-taksi konvensional," ucap Umar di Gedung Karsa Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).
Dengan pengaturan tersebut, sampai hari ini keseimbangan antara taksi daring dan konvensional di Korsel masih terjaga dengan baik.
Umar menjelaskan, untuk aplikasi gratis bagi taksi konvensional di Korsel disediakan oleh perusahaan teknologi informasi bernama Kakao.
"Jadi kalau di kita biasanya kan pakai WhatsApp, kalau di sana semua orang pakai Kakao Talk. Nah, perusahaan itulah yang mengembangkan aplikasi gratis bagi perusahaan taksi konvensional. Sebanyak 96 persen perusahaan taksi konvensional menggunakan aplikasi gratis itu," terang dia.
Sementara itu, terkait waktu operasional taksi daring di Korsel hanya diperbolehkan pada jam-jam kerja pagi dan sore hari.
Untuk pagi, taksi daring di Korsel boleh beroperasi sejak pukul 5 pagi hingga 8 pagi. "Jadi di luar itu enggak bisa (beroperasi)," imbuh Umar.
Baca: Hengkang dari Indonesia, Go-Jek Ucapkan Terima Kasih ke Uber
Terkait hal itu, Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Cucu Mulyana menyampaikan kondisi yang terjadi di Korsel dan Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia.
"Kalau kita dengarkan bersama yang disampaikan pak Dubes intinya sama, tidak jauh berberda, yakni ada aturannya terhadap kuota pengaturan dan segala macem perbedaannya itu tidak terlampau jauh," sebut Cucu.
Namun lanjut dia, yang membedakan adalah di Korsel ada aplikasi gratis, sedangkan di Indonesia ada pembagian profit 20 persen antara aplikator dengan pengemudi.
FGD dengan mengundang Umar tersebut merupakan bagian dari rencana Kemenhub untuk membentuk Permenhub yang memgatur agar para aplikator seperti Grab dan Go-Jek bisa berubah sebagai perusahaan angkutan atau transportasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Belajar Mengatur Taksi Online ke Korea Selatan"