Sebuah studi selama dua tahun telah menemukan lebih dari 2.000 aplikasi di Google Play Store ditiru dan sangat berbahaya dalam beberapa hal.
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Sydney dan Data61 dari CSIRO menemukan 2.040 aplikasi di Google Play Store berbahaya.
Penelitian yang memakan waktu dua tahun itu mencakup sekitar 1 juta aplikasi di Google Play Store dan menemukan sejumlah besar aplikasi palsu tanpa malware.
Akan tetapi aplikasi-aplikasi tersebut masih memerlukan izin untuk mengakses data yang tidak memiliki sangkut paut dengan mereka.
Baca: Google Blokir Akses Ponsel Huawei ke Sistem Pembaruan Android, Google Playstore dan Maps
Baca: Ibadah Bakal Lebih Mantap dengan 8 Aplikasi Ini, Gratis Lo, Bisa Diunduh di Google Play Store
Dikutip dari Computerworld.com, Selasa (25/6/2019), gim seperti Temple Run, Free Flow, dan Hill Climb Racing adalah aplikasi yang paling sering dipalsukan.
Para peneliti menggunakan jaringan saraf untuk mengidentifikasi ikon aplikasi yang mirip secara visual dan deskripsi teks yang dijiplak.
Dari identifikasi tersebut, telah ditemukan 10.000 aplikasi yang teridentifikasi mirip dan merupakan paling populer di Google Play Store.
Model pembelajaran mesin 'multi-modal embedding' telah memunculkan 49.608 pemalsuan potensial.
Baca: Aplikasi MyWuling+ Bisa Diunduh di Google Playstore dan AppStore
Baca: Tak Hanya Film-nya, Game Dilan 1991 Juga Bisa Bikin Kamu Baper, Trending di Google Play Store!
Potensi pemalsuan kemudian diperiksa untuk kemungkinan adanya malware menggunakan API pribadi dari alat analisis malware online, VirusTotal.
Sekitar 7.246 aplikasi ditandai sebagai berbahaya dan 2.040 di antaranya palsu dan aplikasi berisiko tinggi.
Selain itu, 1.565 meminta setidaknya lima izin sensitif dan 1.407 menanamkan perpustakaan iklan pihak ketiga.
"Meskipun keberhasilan Google Play ditandai oleh fleksibilitas dan fitur yang dapat disesuaikan yang memungkinkan hampir semua orang membangun aplikasi, ada sejumlah aplikasi bermasalah yang lolos dari celah dan telah melewati proses pemeriksaan otomatis," kata rekan penulis studi, Dr. Suranga Seneviratne dari University of Sydney.
"Masyarakat kita semakin bergantung pada teknologi ponsel pintar sehingga penting bagi kita membangun solusi untuk mendeteksi dan mengandung aplikasi jahat dengan cepat sebelum memengaruhi populasi pengguna ponsel pintar yang lebih luas," imbuh Dr. Suranga Seneviratne.
Baca: Daftar Pemenang Google Play Awards 2018, TikTok Raih Penghargaan Sebagai Aplikasi Terbaik 2018!
Baca: Google Emoh Tanggapi Tudingan Google Play Bantu Maraknya Fintech Ilegal
Aplikasi yang telah dipelajari telah dihapus dan tim Google melaporkan bahwa jumlah pengiriman aplikasi yang ditolak telah meningkat.