TRIBUNNEWS.COM - Dikabarkan WhatsApp akan menerapkan sistem monetisasi, mulai tahun 2020 ini.
Yakni dengan menyisipkan iklan di fitur "WhatsApp Status" yang fungsinya mirip fitur "Stories" di Instagram atau Facebook.
Dilansir dari Kompas.com, itu artinya, aplikasi pesan instan WhatsApp tersebut dikabarkan akan memungut biaya kepada penggunanya.
Berdasarkan informasi yang ramai dibicarakan di ranah maya itu, cara monetisasi
Jika tidak ingin melihat iklan, maka pengguna disebut harus membayar 1 dollar AS atau kurang lebih sekitar Rp 14.000.
Lantas, benarkah kabar itu?
Penelusuran KompasTekno, kabar tentang rencana WhatsApp bakal menarik bayaran itu mengacu pada rencana Facebook yang diungkap pada Facebook Marketing Summit (FMS) di Berlin, Jerman pada 2019 lalu.
Kala itu, pengulas aplikasi Matt Navara sempat membocorkan di jejaring sosial Twitter bahwa Facebook memang berencana untuk menyisipkan iklan di WhatsApp Status pada 2020 sebagai upaya monetisasi platform.
Nantinya, di sisi bawah akan muncul ikon "swipe-up" mirip di Instagram Stories yang akan megarahkan ke situs pengiklan. Nama perusahaan yang beriklan akan muncul di WhatsApp Status, seperti halnya nama kontak.
Matt juga menguak bahwa Facebook juga menyiapkan alternatif cara menyisipkan iklan lainnya, seperti menempatkan iklan di tengah beranda percakapan, hingga format "chat" baru yang mampu menampilkan katalog produk.
Kendati demikian, belum ada update dari informasi soal rencana tersebut, hingga berita ini ditayangkan. Kabar terbaru yang muncul justru menyebut Facebook bakal membatalkan rencana menyusupkan iklan di WhatsApp.
Batal disisipi iklan?
Pada Jumat (17/1/2020), sumber yang dekat dengan permasalahan ini justru mengabarkan bahwa tim yang menangani monetisasi WhatsApp via iklan justru sudah dibubarkan oleh Facebook.
Bahkan, kode hasil kerja tim tersebut kabarnya juga telah dihapus dari kode keseluruhan WhatsApp.
Meski begitu, perwakilan Facebook sempat mengatakan bahwa rencana itu sebenarnya tidak sepenuhnya batal, karena masih menjadi rencana jangka panjang yang masih abu-abu. Belum diketahui juga kapan realisasi iklan di WhatsApp itu.
Facebook, sebagai pihak yang mengakuisisi WhatsApp pada 2014 lalu senilai 22 miliar dollar AS, saat ini disebut masih fokus mengembangkan fitur untuk memudahkan komunikasi antara pebisnis dan konsumen, melalui WhatsApp Business.
Tak terkecuali pengembangan WhatsApp Payment yang sejauh ini masih tersendat uji cobanya di India, karena terkendala regulasi di sana.
WhatsApp Payment sendiri kabarnya juga akan hadir di Indonesia, meski belum ada titik terang.
Sempat berbayar namun kini gratis
Soal kabar berlangganan WhatsApp sebesar Rp 14.000 per tahun yang disebutkan di awal tadi juga sebetulnya masih simpang siur.
Sebelumnya, WhatsApp memang sempat menerapkan biaya berlangganan 1 dollar AS (sekitar Rp 14.000) pada 2013. Biaya tersebut bakal dibebankan kepada pengguna setelah 1 tahun memakai WhatsApp secara gratis.
Namun, WhatsApp menghapus biaya berlangganan tersebut pada 2016, yang berarti layanan WhatsApp bisa digunakan secara cuma-cuma untuk selamanya.
Pengumuman ini dilontarkan pada saat layanan pesan instan tersebut sudah digunakan oleh hampir 1 miliar orang, tepatnya 990 juta pengguna.
Berdasarkan data dari Statista, WhatsApp sendiri saat ini sudah memiliki 1,5 miliar pengguna aktif harian per Desember 2017. Hingga berita ini ditayangkan, WhatsApp sejatinya masih gratis di seluruh platform, baik untuk iOS maupun Android.
Pihak WhatsApp sama sekali belum mengungkapkan apakah mereka akan kembali ke model bisnis monetisasi lawas, dengan cara berlangganan tadi atau tidak.
Mereka biasanya menyampaikan kebijakan teranyar WhatsApp di beberapa kanal, seperti akun resmi WhatsApp di Twitter atau di laman Blog WhatsApp.
Namun, pantauan KompasTekno di kedua kanal tersebut, Jumat (17/1/2020), tidak ada informasi terbaru soal rencana monetisasi WhatsApp.
(Kompas.com/Bill Clinten)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai Kabar WhatsApp Bakal Berbayar Mulai Tahun Ini, Benarkah?