TRIBUNNEWS.COM - Belakangan beredar kabar bahwa Menejlis Ulama Indonesia (MUI) akan mengeluarkan fatwa haram untuk platform video on demand Netflix apabila memuat konten negatif.
Kabar tersebut lantas menjadi perbincangan di kalangan warganet.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF menyebut, bahwa pihaknya belum pernah membahas soal tersebut.
Bahkan, ia mengungkapkan tidak berencana untuk melakukan pembahasan.
"MUI belum pernah membahas tentang platform digital penyedia jasa layanan, termasuk Netflix yang belakangan diributkan."
"Juga kami tidak ada rencana untuk membahasnya karena kami telah memiliki fatwa yang komprehensif tentang bermuamalah melalui media sosial," tulisnya dalam keterangan resmi, dikutip dari situs mui.or.id.
Komisi fatwa MUI mmebantah pemberitaan yang menyebutkan seolah-olah MUI telah menetapkan fatwa haram Netflix.
"Semua pemberitaan itu tidak benar. Masyarakat, termasuk platform digital penyedia jasa layanan konten seharusnya memedomani fatwa tersebut agar tidak menimbulkan masalah di masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan bahwa fatwa MUI ditetapkan setelah adanya pernyataan dan pengkajian mendalam mengenai masalah yang akan difatwakan.
MUI juga akan berdiskusi dengan ahli dibidangnya apabila terkait dengan disiplin ilmu tertentu.
Namun, Hasanuddin menegaskan, bahwa penyedia jasa digital dilarang menjual, mengedarkan, dan atau membuat konten terlarang, baik secara hukum maupun agama.
Jika ada yang melanggar, maka aparat yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab wajib melakukan pencegahan dan penegakkan hukum bagi pelanggar guna melindungi masyarakat.
Sebelumnya, persoalan konten negatif di Netflix sempat menjadi pembahasan hangat akhir-akhir ini.
Akibatnya, Telkom Group memblokir akses platform hiburan digital adal Amerika Serikat itu.
Tak hanya itu, Netflix juga menghadapi isu pajak.
Sejak beroperasi di Indoensia tahun 2016, Netflix belum pernah membayar pajak.
Hal tersebut lantaran belum ada regulasi yang mengatur perpajakan perusahaan over the top (OOT), seperti Netflix dan Spotify.
Karena itu, diperkirakan potensi pajak yang hilang mencapai hingga puluhan miliar.
Kerugian
Dikutip dari Kompas.com, menurut anggota Komisi I DPR RI fraksi Golkar, Bobby Rizaldi potensi kerugian itu bisa dihitung berdasarkan jumlah pelanggan Netflix.
Namun, taksiran tersebut merupakan perhitungan kasar.
Pasalnya, Netflix sendiri tidak pernah mengungkap berapa jumlah pelanggannya di Indonesia.
Namun menurut data dari Lembaga Statistika, jumlah pelanggan Netflix di Indonesia mencapai 481.450 pada tahun 2019.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com)