Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan headset, earphone, dan aksesoris elektronik lainnya untuk mendengarkan audio di smartphone yang berlebihan bisa berbahaya bagi kesehatan kuping.
Dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT), Dokter Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL(K) menyebutkan, kerusakan telinga karena earphone masuknya ke gangguan pendengaran tipe saraf pada yang bukan disebabkan pekerjaan.
Risiko dari gangguan pendengaran menurut dr. Fikri cukup bahaya karena bisa menimbulkan ketulian.
"Itu risiko tinggi untuk menyebabkan timbulnya kecacatan atau ketulian akibat gangguan saraf pendengaran," kata dr. Fikri saat ditemui di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Selasa (3/3/2020).
Baca: Gubernur Anies Baswedan Minta Warga Jakarta Hindari 2 Tempat Hiburan Ini, Mana Saja?
Lalu bagaimana waktu yang tepat untuk penggunaan earphone?
Pertama kata dr. Fikri menyebutkan penggunaan earphone yang baik ukuran volumenya 60 persen saja, jangan sampai full 100 persen.
Baca: Disebut Langgar Hak Asasi, Pimpinan MPR Minta RUU Ketahanan Keluarga Dicabut dari Prolegnas
Sementara waktu penggunaanya sebaiknya satu jam saja per hari.
" Kalau dengan volume 60 persen dengan membatasi satu jam perhari itu masih oke ya," kata dr. Fikri.
Baca: Vietnam Berhasil Sembuhkan 156 Pasien Positif Corona, Ini Rahasianya
Agar tidak perlu volumenya sampai 100 persen dan tetap bisa mendegar dengan jernih saat berada di tengah keramaian disarankan memilih earphone yang punya mekanisme Active Noise Control (ANC).
"Earphone yg tidak punya mekanisme noise-canceling suara dari luar akan masuk ke dalam akibatnya secara tidak sengaja kita akan naikkan volume suara," ungkap dr. Fikri.
Sementara itu efek gangguan pendengaran akibat penggunaan earphone yang salah memang tidak langsung bisa saja baru muncul lima sampai 10 tahun setelahnya.
Lalu untuk proses penyembuhannya bisa dengan menggunakan alat bantu dengar atau pun tindakan medik dengan operasi.
"Terjadinya 5 tahun sampai 10 tahun yang akan datang karena proses akumulasi dari kegiatan yang menyebabkan penurunan tipe saraf," ucap dr. Fikri.