Dalam membangun jaringan telekomunikasi untuk keperluan pemerintah ini, seharusnya Kementrian Kominfo dapat menggandeng beberapa pihak sebagai tim komite seperti Kementrian PPN/ Bappenas, Kementrian Keuangan, Kementrian BUMN, BPK, KPK, dan Kejaksaan Agung.
Tujuannya agar kejadian penyalahgunaan dana seperti pada proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) tidak terjadi lagi, sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Infrastruktur TIK dapat berjalan dengan efektif.
Selain melibatkan beberapa kementrian/ lembaga sebagai tim komite, Ian menilai pembangunan jaringan telekomunikasi milik pemerintah harusnya dilakukan oleh perusahaan BUMN telekomunikasi.
Saat ini beberapa BUMN telekomunikasi seperti PT INTI (Persero) dan LEN (Persero) telah berkecimpung dalam pembangunan jaringan telekomunikasi.
Diharapkan dengan bekerjasama antara Kemenkominfo dengan PT INTI atau PT LEN, dapat menciptakan sinergi BUMN dan pemerintah. Terlebih lagi kapasitas serta kapabilitas PT INTI dan PT LEN dalam kancah industri telekomunikasi nasional masih dapat ditingkatkan lagi.
Jika ingin lebih cepat dan efisien dalam memberikan layanan broadband kepada masyarakat, mungkin ada baiknya jika Kementrian Kominfo juga mengikutsertakan PT Telkom.
“Dana yang dialokasikan oleh pemerintah tersebut seharusnya dapat disinergikan dengan perusahaan BUMN telekomunikasi. Namun asetnya tetap milik pemerintah.
Sehingga nantinya BUMN hanya sebagai pihak yang membangun dan memelihara jaringan. Karena pemerintah tidak punya pengalaman dalam membangun dan memelihara jaringan makanya mereka harus menggandeng BUMN,”ujar Ian.
Ian melihat dana tambahan sekitar Rp 17 triliun tidak cukup untuk menghubungkan SKPD yang ada di seluruh Indonesia. Karena dananya terbatas, seharusnya Kemenkominfo dapat melakukan pembangunan jaringan pemerintah di beberapa kota terlebih dahulu.
Karena dampak COVID-19 membuat kondisi keuangan pemerintah juga semakin terbatas. Melihat kondisi tersebut, Ian meminta agar pengadaan satelit SATRIA yang menelan dana tidak kurang dari Rp 21 triliun (belum termasuk ground segment) juga dapat dievaluasi terlebih dahulu.
Angka tersebut belum termasuk biaya pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perangkat ground segment di setiap titik yang akan dihubungkan oleh SATRIA. Jika dihitung total kebutuhan dananya bisa mencapai diatas Rp 90 triliun.
Diakui Ian, memang sebaiknya negara memiliki satelit sendiri untuk menghubungkan SKPD yang berada di lokasi terpencil dengan kondisi geografis yang menantang. Namun karena keterbatasan anggaran, Ian berharap pemerintah dapat memilih teknologi lainnya yang harganya jauh lebih kompetitif.
“Dalam 5 tahun ke depan kita akan banyak membutuhkan bandwidth untuk menghubungkan SKPD seluruh Indonesia. Termasuk di daerah terpencil di Indonesia. Namun kita tak mempedulikan teknologi yang dipergunakan. Sehingga kalau ada teknologi yang lebih murah dan handal itu bisa dijadikan prioritas agar tidak terjadi pemborosan uang Negara. Saat ini teknologi satelit LEO atau HAPS, boleh dipertimbangkan Kementrian Kominfo. Secara daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi merupakan daerah terpencil yang tak menguntungkan bagi operator telekomunikasi,”terang Ian.