Pihak Lazada mengklaim bahwa kebocoran data hanya di database milik Redmart, tidak mneyebar ke sistem Lazada di Asia Tenggara.
Kebocoran data karena adanya akses ilegal yang kemungkinan dari hosting pihak ketiga yang terakhir diperbaharui tahun 2019. Ada kemungkinan ini juga terkait proses integrasi sistem yang terjadi juga pada 2019, namun ini lebih dalam harus dilakukan penyelidikan lebih jauh.
Data yang bocor sebanyak 1,1 juta juga hanya data Redmart, namun cukup variatif bahkan ada data kartu kredit. Bagi warga Indonesia di Singapura yang menggunakan Redmart harus mengganti password segera dan mengecek status kartu kredit mereka.
Ini penting untuk tahu apakah ada transaksi ilegal tanpa sepengetahuan mereka, karena datanya sudah dijual di darkweb dengan harga 1.500 dollar US. Bahkan saat dicek di Raidforums tanah air, sudah ada yang menjualnya.
“Baik pemakai Lazada dan Cermati di Indonesia sebaiknya mengganti password platform tersebut, untuk berjaga-jaga. Jangan lupa bila password emailnya sama, segera ubah password email agar tidak diambil oleh orang lain.
Email ini pertahanan terkahir untuk melakukan recovery maupun reset akun medsos dan marketplace bila terjadi peretasan.
Namun tak kalah penting mengaktifkan verifikasi dua langkah baik pada email maupun pada platform marketplace dan fintech,” terang Pratama.
Setelah melakukan langkah pengamanan tersebut, masyarakat hanya bisa pasrah bila tetap menjadi korban kebocoran data, karena sudah mempercayakan data pribadinya untuk diamankan pemilik platform.
Disinilah letak tanggungjawab negara dengan segera menuntaskan UU Perlindungan Data Pribadi.